Sebagai informasi, perundingan ini merupakan lanjutan dari penandatanganan Joint Ministerial Statement antara Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita dan Menteri Ekonomi Turki Nihat Zeybekçi beberapa waktu lalu.
Berdasarkan rilis yang diterima detikFinance, Rabu (10/1/2018), perundingan awal tersebut sudah dilangsungkan pada tanggal 8-9 Januari 2017.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pada perundingan putaran pertama ini, kedua belah pihak membahas ToR IT-CEPA. Serta menyamakan persepsi terkait isu-isu yang terkait dengan perdagangan barang seperti rules of origin (ROO), customs and trade facilitation, trade remedies, technical barrier to trade, sanitary and phytosanitary, dan legal matters," jelas Iman dalam keterangan tertulis.
Lebih lanjut Iman menjelaskan, perundingan IT-CEPA bisa meningkatkan nilai ekspor Indonesia secara signifikan. Hal itu dilakukan dengan mengeliminasi hambatan perdagangan kedua negara, baik hambatan tarif maupun non tarif.
Selain itu, pihaknya juga berharap perundingan tersebut akan berkontribusi memulihkan kinerja ekspor Indonesia ke Turki, yang dinilai turun pada periode 2012-2016.
"Permasalahan utama yang dihadapi produk Indonesia di pasar Turki adalah tarif bea masuk yang lebih tinggi dan tambahan bea lainnya dibandingkan negara pesaing kita yang telah memiliki perjanjian dengan Turki. Diharapkan CEPA dapat meningkatkan daya saing produk kita di sana," sambung Iman.
Sementara itu, perundingan kesepakatan tersebut ditargetkan selesai dan ditandangani pada akhir 2018. Hal ini dilakukan untuk mempercepat implementasi sehingga eksportir Indonesia dapat segera memanfaatkan IT-CEPA. Pada tahapan berikutnya, perundingan difokuskan pada bidang perdagangan jasa, investasi, dan bidang lainnya.
"Akselerasi penyelesaian negosiasi dengan Turki sangat penting untuk mitigasi penurunan nilai ekspor Indonesia akibat kalah saing dengan produk negara tetangga," ungkap Iman.
Sementara itu, sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Presiden Turki Erdoğan juga menargetkan nilai perdagangan Indonesia-Turki menjadi US$ 10 miliar pada tahun 2030. (ara/ara)











































