Laporan hasil evaluasi akuntabilitas kinerja diserahkan kepada pemerintah kabupaten/kota dan provinsi wilayah I, Sumatera, Banten, dan Jawa Barat. Dari hasil evaluasi, diperoleh Provinsi Aceh mendapat predikat B, dengan nilai kabupaten/kota C. Sumatera Utara mendapat nilai CC, Sumbar BB, Riau nilai B, Kepri nilai BB, Jambi nilai CC, Sumsel A, Babel B, Bengkulu B, Banten CC, Jawa Barat A.
Sementara untuk nilai rata-rata di kabupaten/kota di Wilayah I, tidak ada yang mendapat A. Nilai tertinggi diperoleh oleh kabupaten/kota Banten, Jabar, Babel dan di Kepri, dengan nilai B. Selebihnya, kabupaten/kota di provinsi lainya mendapat nilai C dan CC. Sebagai gambaran, skala nilai itu AA range nilainya, 90-100, A dengan nilai 80-90, BB nilai 70-80, B dengan nilai 60-70, untuk CC, 50-60 dan C dengan range nilai 30-50.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Inefisiensi yang terjadi dikarenakan tidak jelasnya hasil yang akan dicapai, ukuran kinerja yang tidak jelas, tidak adanya keterkaitan antara program/kegiatan dengan sasaran, serta rincian kegiatan yang tidak sesuai dengan maksud kegiatan," ujarnya.
Sementara untuk efisiensi dalam birokrasi, diakui hanya dapat terjadi apabila akuntabilitas dapat diwujudkan oleh birokrasi itu sendiri. Salah satu cara optimalisasinya yakni dengan mengintegrasikan akuntabilitas kinerja dengan sistem e-budgeting untuk memastikan bahwa setiap anggaran akan berorientasi pada outcome atau manfaat bagi masyarakat.
"Hal inilah yang disebut sistem e-performance based budgeting " jelasnya.
Demikian, e-budgeting yang dilaksanakan saat ini belum seluruhnya didasarkan atau diintegrasikan dengan kinerja yang akan diwujudkan (outcome). Sehingga belum mampu mencegah pemborosan dan belum dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan anggaran untuk kemakmuran rakyat.
"Diharap e-budgeting yang implementasikan instansi pemerintah telah dan dapat diselaraskan dengan kinerja yang akan diwujudkan (e-performance based budgeting)," tambahnya.
Pada kesempatan itu, Asman menyinggung sistem administrasi yang dijalankan secara manual.
"Saya enggak mau sistem administrasi kepegawaian manual. Kepangkatan dan yang lolos, lama. Mau naik pangkat, harus ketemu pejabat BKD dan BKN. Sehingga banyak map di BKN. Semua harus integrasi," tegasnya.
Kinerja berbasis anggaran
Asman juga menjelaskan juga terkait penerapan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP). Sistem itu diyakini efektivitas dan efisiensi pada penggunaan anggaran di lingkungan pemerintah dapat terwujud. Hal ini lebih optimal jika instansi pemerintah dapat membangun dan mengimplementasikan e-performance based budgeting.
"Dengan terbangunnya e-performance based budgeting di beberapa Kementerian/Lembaga, Pemerintah Kabupaten/ Kota dan Provinsi, kini telah dapat diwujudkan efisiensi anggaran minimal Rp 41,15 triliun," katanya.
Langkah menerapkan sistem itu, Asman mengakui hal itu sejalan dengan amanat Presiden Joko Widodo. Dinilai, efisiensi tidak cukup hanya dengan memotong anggaran, tetapi juga dengan mendorong peningkatan efektivitas pemanfaatan anggaran oleh seluruh instansi pemerintah.
"Hubungan antara tingkat implementasi SAKIP terhadap efisiensi dalam penggunaan anggaran sangat signifikan," katanya.
Disebutkan, SAKIP yang selama ini dianggap sebagai kumpulan dokumen semata, ternyata besar pengaruhnya terhadap efektivitas dan efisiensi dalam penggunaan anggaran negara.
"Untuk memantau implementasi pembangunan SAKIP serta melakukan pembinaan yang berkesinambungan di seluruh instansi pemerintah sehingga terwujud efisiensi birokrasi, Kementerian PANRB setiap tahun melaksanakan evaluasi implementasi SAKIP," ujarnya. (hns/hns)