Berbagai kebijakan sejumlah negara membuat sistem perdagangan global tengah terancam dan risiko di sektor keuangan meninggi. Semua ini akan menguji kemampuan pengelolaan kebijakan setiap negara, terutama di kawasan Asia, termasuk Indonesia.
Menghadapi tantangan tersebut sejumlah fakultas ekonomi, lembaga riset dan ekonom terkemuka hari Jumat (26/6) kemarin mengadakan pertemuan di Jakarta dan sepakat untuk membentuk wadah (platform) untuk riset independen dalam rangka memberi dukungan terhadap otoritas kebijakan dan pelaku ekonomi dalam menghadapi semakin tingginya risiko perekonomian Indonesia dalam menghadapi situasi global ke depan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di dukung oleh 13 perguruan tinggi dan institusi terpandang, IBER merupakan perwakilan jaringan para ekonom untuk membangun platform baru yang inovatif dalam analisis kebijakan publik," kata Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Bambang Brojonegoro, saat menyaksikan peluncuran IBER seperti dikutip dari keterangan tertulis Minggu (27/1/2018).
Sedangkan Ketua Dewan Pembina IBER, Boediono berharap, IBER bisa menjadi wadah untuk meningkatkan kapasitas riset ekonomi di Indonesia yang berbasis pengujian konsep dan empiris dan dapat memberi masukan kepada pengambil kebijakan ekonomi.
Pada kesempatan yang sama, Professor Ari Kuncoro, Dekan FEB UI juga menyampaikan bahwa wadah ini dimulai oleh 13 Fakultas Ekonomi di berbagai universitas dan lembaga penelitian, namun ditujukan untuk menjadi jaringan yang lebih luas untuk para ekonom, termasuk ekonom muda, yang berkeinginan melakukan riset yang indepen, bermutu dan relevan untuk kebijakan ekonomi.
"IBER juga akan bermitra dengan Pemerintah antara lain Kementerian Keuangan, Bappenas, Kementerian Perdagangan dan BPS," kata dia.
Bagaimana cara terbaik Indonesia mengelola risiko yang muncul dari perkembangan global saat ini?
Mantan Menteri Keuangan RI, sekarang dosen pengajar di FEB Universitas Indonesia, Muhamad Chatib Basri mengatakan, menarik untuk menjadikan pengalaman menghadapi dampak Taper Tantrum yaitu ketika Bank Sentral Amerika Serikat (Federal Reserve) mengurangi stimulus perekonomian pada 2014 yang berdampak pada stabilitas perekonomian Indonesia.
"Beberapa alat kebijakan harus digunakan: moneter, fiskal dan makroprudensial" katanya.
"Indonesia harus memperkuat penyangga kebijakan dan mendorong pertumbuhan produktivitas melalui investasi infrastruktur dan modal manusia dan memperbaiki tata kelola," tambah Chatib Basri. (dna/dna)