Singapura Masih Jadi Negara Paling Banyak Berinvestasi di RI

Singapura Masih Jadi Negara Paling Banyak Berinvestasi di RI

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Selasa, 30 Jan 2018 18:58 WIB
Singapura Masih Jadi Negara Paling Banyak Berinvestasi di RI
Foto: Rafika Aulia/d'Traveler
Jakarta - Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) merilis data investasi yang masuk ke Indonesia. Penanaman modal asing (PMA) paling banyak berasal dari Singapura.

Kepala BKPM Thomas Trikasih Lembong menjelaskan, periode Januari - Desember 2017 realisasi investasi dari Singapura ke Indonesia tercatat US$ 8,4 miliar atau 26,2%,

Thomas menjelaskan, sudah bertahun-tahun Singapura menjadi negara nomor satu yang berinvestasi di Indonesia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Singapura dan Hong Kong itu ibaratnya agregator ya mereka sebuah financial hall yang mengumpulkan dana investasi dari negara atau lembaga lain kemudian disalurkan ke Indonesia," kata Lembong dalam konferensi pers di Gedung BKPM Jakarta, Selasa (30/1/2018).

Dia mengaku, saat ini pihaknya akan sedang mencari informasi negara mana saja yang menyimpan dana di Singapura dan Hong Kong. Dia menyebutkan saat ini di Singapura banyak uang warga Indonesia yang parkir dan kemudian kembali ke Indonesia dalam bentuk penanaman modal asing.

"Banyak dana yang kembali lagi ke Indonesia, tapi dugaan saya di Singapura itu banyak investasi dari Eropa dan dari India. Kami akan telusuri siapa saja yang ada di belakang mereka," ujarnya.

Kemudian, setelah itu Cina diproyeksikan akan menjadi negara berikutnya yang investasinya tinggi di Indonesia.

Posisi kedua realisasi investasi diduduki Jepang dengan nilai US$ 5 miliar. Cina menduduki posisi ketiga yaitu dengan nilai investasi US$ 3,4 miliar atau 10,4%, lalu Hong Kong US$ 2,1 miliar dengan porsi 6,6% dan Korea Selatan US$ 2 miliar dengan porsi 6,3%

Periode kuartal IV 2017 (Oktober-Desember) realisasi investasi dari Singapura tercatat US$ 2,3 miliar atau 27,8%, kemudian Jepang US$ 1 miliar atau 11,9%, Hong Kong US$ 800 juta atau 9%, Korea Selatan US$ 700 juta, Cina US$ 600 juta. (eds/eds)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads