Darmin mengaku mulai was-was terhadap sejumlah KEK yang telah direncanakan sejak beberapa tahun lalu, namun hingga saat ini tidak pasti kapan diresmikan.
"Jadi saya mulai was-was terhadap KEK, yang sebenarnya sudah beberapa tahun, 2-3 tahun ini dirancang dan kita harapkan bisa diresmikan operasional. Paling tidak ada tiga KEK yang tidak jelas, kapan beroperasi," kata Darmin di kantornya, Jakarta, Senin (12/2/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Perusahaan Ini Ditunjuk Kelola KEK Arun |
Dia menyarankan, bila dalam setahun masih tidak ada kejelasan maka proyek yang dimaksud untuk bisa dihentikan sebagai KEK. Namun dia tidak merinci KEK mana yang dimaksudnya itu.
"Kalau perlu, nanti kalau tidak ada perkembangan, saya waktu diperpanjang satu tahun yang lalu, saya sudah bilang kalau tidak ada perkembangan dalam setahun, ya berhenti sajalah jadi KEK. Untuk apa kita menyimpan-nyimpan beberapa KEK yang tidak jelas kapan beroperasi," ucap Darmin.
Lebih lanjut Darmin mengatakan, bahwa dirinya telah mengubah aturan terkait KEK dalam masalah lahan. Dia ingin, bahwa suatu proyek tidak diajukan menjadi sebuah KEK bila lahannya belum dibebaskan.
"KEK kalau diusulkan ke dewan nasional, kalau lahan belum jelas, nah nanti dulu. Urusin saja dulu lahannya, baru nanti kalau sudah mulai jelas. Misalnya kalau ada KEK yang mau mengembangkan 500 hektar lahan, sudah selesai lebih dari separuh, barulah kita proses," kata Darmin.
"Tapi kalau baru mau, akan, nah itu enggak usah. Enggak usah, itu urusi saja dulu lahannya. Kita sudah melihat sekarang, ada beberapa KEK tidak bisa terwujud, tidak bisa operasional, karena lahannya tidak selesai-selesai," sambungnya.
Sementara itu, Sekretaris Dewan Nasional KEK, Enoh Suharto Pranoto, mengungkapkan tiga KEK yang dimaksud Darmin ialah Bitung, Tanjung Api-Api, dan Morotai. Ketiganya terkendala masalah lahan.
"(Tapi) yang Tanjung Api-Api sudah ada perkembangan baru, investornya sudah ada juga. Yang masih kurang itu Bitung sama Morotai," jelasnya.
Dia bilang, yang menjadi masalah utama dalam KEK tersebut ialah soal sertifikasi lahan dan membuat status hak pengelolaan lahan (HPL)-nya menjadi terhambat.
"Sebetulnya lahannya masih ada, cuma masalah sertifikasi masih ada yang mengklaim di pengadilan. Luasnya 500 hektare, sudah ada tanah negara 96 hektare. Yang Morotai itu pembebasan audah dilakukan 200 hektare, kendalanya sertifikasi juga dari total 1.100 hektare. Tapi untuk Morotai ini kita optimis bisa, Pemdanya sudah komit," tuturnya. (zlf/zlf)











































