"Yang mempengaruhi adalah menurunnya harga gabah dan jagung," kata kepala BPS, Suhariyanto di kantor pusat BPS, Jakarta, Kamis (1/3/2018).
NTP adalah perbandingan indeks harga yang diterima petani (It) terhadap indeks harga yang dibayar petani (Ib). NTP merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan atau daya beli petani di perdesaan. NTP juga menunjukkan daya tukar dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi rumah tangga.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bisa dilacak penurunan NTP pertama tanaman pangan, kedua holtikultura, dan ketiga peternakan. Apa yang menyebabkan penurunan tanaman pangan karena indeks yang diterima petani mengalami penurunan, sebaliknya harus membayar lebih dari barang yang dibeli," ungkapnya.
NTP Pangan sebesar 103,07 turun 1,22% dari Januari 2018 sebesar 104,34. NTP Hortilkultura sebesar 100,10 atau turun 0,69% dari Januari 2018 sebesar 100,80. NTP Perkebunan sebesar 99,05 naik 0,23% dari bulan sebelumnya 98,82. NTP Peternakan sebesar 106,11 turun 0,46% dari bulan sebelumnya 106,60.
Untuk NPT Perikanan sebesar 105,16 naik 0,39% dari bulan Januari 104,75. Untuk nelayan sebesar 112,81 naik 0,28% dari Januari 2018 112,49. Untuk budidaya sebesar 99,71 naik 0,48% dari sebelumnya 99,24.
Deputi bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Yunita Rusanti menambahkan penurunan NTP berarti pendapatan petani turun dan tidak mampu mengimbangi biaya yang dikeluarkan untuk konsumsi maupun sebagai modal produksi kembali.
Dia mencontohkan pendapatan petani yang menanam beras, jagung, singkong, turun karena harga jual turun.
"Nilai dari produksi yang dijual alami penurunan, dia jual hasil produksi itu alami penurunan, artinya harganya murah, kan harga gabah turun karena mulai panen. Sehingga tidak mampu menyeimbangi kebutuhan biaya konsumsi," terang Yunita. (hns/hns)