Senyum Sri Mulyani Balas 'Kepretan' Rizal Ramli

Senyum Sri Mulyani Balas 'Kepretan' Rizal Ramli

Hendra Kusuma - detikFinance
Rabu, 28 Mar 2018 09:12 WIB
Senyum Sri Mulyani Balas Kepretan Rizal Ramli
Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati nampaknya tidak ingin menimpali 'kepretan' Mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli soal kebijakan penggunaan kartu kredit untuk pembelanjaan dan pembayaran Kementerian/Lembaga yang menggunakan anggaran pendapatan belanja negara (APBN).

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini justru hanya melempari senyum ketika dikonfirmasi mengenai kebijakan yang dianggap aneh oleh Rizal Ramli.

Mau tahu seperti apa sih kebijakan yang 'dikepret' Rizal Ramli? detikFinance merangkum informasi lengakpnya dalam rangkaian berita berikut ini:

'Kepretan' Rizal Ramli

Foto: Fadhly Fauzi Rachman/detikcom
Dalam rangka memenuhi undangan Komisi XI DPR untuk diminta masukan soal calon Deputi dan Gubernur Bank Indonesia (BI) yang baru.

Rizal Ramli yang hadir dalam kapasitasnya sebagai pakar bidang ekonomi menyoroti tentang kelemahan struktural dalam makro ekonomi Indonesia sebagai tantangan bagi Gubernur dan Deputi BI yang baru.

Banyak yang disoroti oleh Mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman tersebut salah satunya soal kebijakan penggunaan kartu kredit untuk pembelanjaan dan pembayaran Kementerian/Lembaga yang menggunakan APBN.

Rizal Ramli merasa heran dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati, meskipun kebijakan itu untuk modernisasi pelaksanaan anggaran.

"Saya bingung Menteri Keuangan mengeluarkan aturan pakai kartu kredit, bagaimana biaya transaksinya kan besar, bunga kredit tinggi bisa 30%. Tidak ada di negara lain transaksi kenegaraan pakai kartu kredit. Jangan-jangan ada likuiditas missmatch," ujar Rizal Ramli di Komisi XI DPR RI, Jakarta.

Dia meminta DPR untuk menegur Kementerian Keuangan yang mengeluarkan kebijakan transaksi kartu kredit tersebut. "Kami minta DPR untuk galakan dikit gitu," kata dia.

Alasan Pakai Kartu Kredit

Foto: Rachman Haryanto
Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan Nufransa Wira Sakti mengatakan, pemerintah menggunakan belanjanya untuk penyediaan layanan publik, pengadaan barang/jasa publik, dan operasional pemerintahan.

Ketentuan perundangan keuangan negara menyatakan bahwa pembayaran atas beban belanja negara, dilakukan setelah barang/jasa diterima.

"Oleh karena itu, pembayaran harus bersifat langsung atau LS dari rekening kas negara ke rekening penerima, misalnya: gaji ke rekening pegawai, pembayaran atas kontrak pengadaan barang/jasa ke rekening kontraktor/pihak ketiga.Saat ini terdapat lebih dari 80% pembayaran belanja Pemerintah dilakukan dengan LS," katanya.

Pembayaran yang lain, diperkenankan pula berupa Uang Persediaan (UP) untuk pemenuhan kebutuhan operasional perkantoran di Pemerintahan, misalnya pembelian alat tulis perkantoran, perjalanan dinas dan konsumsi rapat. Pembayaran UP dilakukan kepada Bendahara kantor atau satuan kerja, untuk kemudian digunakan dan diisi kembali.

"Jadi, tidak semua uang belanja negara dibayar memakai kartu kredit. Apalagi untuk membayar proyek infrastruktur, yang pembayarannya bisa mencapai puluhan miliar. Tidak seperti itu," kata Frans.

Transparansi

Foto: Rachman Haryanto
Kebijakan penggunaan kartu kredit untuk pelaksanaan APBN tertuang dalam Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor 17/PB/2017 tentang Uji Coba Pembayaran Dengan Kartu Kredit Dalam Rangka Penggunaan Uang Persediaan.

Pemanfaatan kartu kredit ini merupakan upaya Direktorat Jenderal Perbendaharaan melakukan simplifikasi dan modernisasi dalam rangka memperbaiki, menyempurnakan, dan menyederhanakan pelaksanaan anggaran.

Sri Mulyani menyebutkan tujuan penggunaan kartu kredit pemerintah untuk meminimalisasi penggunaan uang tunai dalam transaksi keuangan negara, meningkatkan keamanan dalam bertransaksi, mengurangi potensi fraud dari transaksi secara non tunai, dan mengurangi cost of fund/idle cash dari penggunaan uang persediaan.

Lebih lanjut dia mengungkapkan kartu kredit pemerintah dapat digunakan oleh seluruh K/L untuk melakukan belanja operasional dan belanja perjalanan dinas dengan efisien dan efektif.

Sebab, di zaman dahulu para PNS yang membawa uang cash dalam jumlah banyak bisa dikategorikan sebagai tindakan pencucian uang, sampai pendanaan terorisme.

Pengawasan dan Pengelolaan Kartu Kredit Pemerintah

Foto: Rachman Haryanto
Pertanggungjawaban penggunaan kartu kredit dilakukan dengan mengumpulkan bukti transaksi, membebankan ke jenis pengeluaran dan mencocokkan dengan rincian tagihan.

Untuk mencegah adanya biaya bunga/denda, kartu kredit dibayarkan sebelum jatuh tempo, tentu saja setelah dilakukan verifikasi rincian tagihan. Pembayaran tagihan dilakukan dengan cara over booking dari rekening bendahara ke rekening bank penerbit kartu.

Ia mengatakan, dengan kartu kredit belanja operasional menjadi lebih efisien, karena pemerintah dapat memperoleh barang/jasa terlebih dahulu, melunasi kemudian, sehingga kegiatan dapat berjalan lebih cepat dan lancar. Petugas juga tidak perlu membawa uang dalam jumlah besar dalam pembayaran kegiatan operasionalnya.

Selain itu, Kementerian Keuangan sebagai Bendahara Negara dapat mengurangi uang tunai yang beredar di bendahara atau pegawai-pegawai yang melaksanakan pengadaan atau perjalanan dinas.

Pelaksanaan ini juga akuntabel, karena seluruh transaksi kartu kredit terekam secara elektronik, dan dapat diverifikasi antar kuitansi dan rincian tagihan. Hal ini mengurangi transaksi fiktif atau penggunaan kuitansi palsu.

Hanya untuk Keperluan Kantor

Foto: Tim Infografis, Luthfy Syahban
Frans menyebut Kartu kredit Pemerintah digunakan hanya untuk pembayaran yang nilainya di bawah Rp 50 juta per transaksi. Selain batasan tersebut, pembayaran hanya untuk keperluan sehari-hari perkantoran dan perjalanan dinas.

Menurut Frans, pada prinsipnya Kartu Kredit Pemerintah digunakan oleh dua kelompok, yaitu: pegawai yang tugasnya berbelanja kebutuhan sehari-hari perkantoran (dalam pemerintahan disebut Pejabat Pengadaan); dan, pegawai yang melaksanakan pembayaran biaya perjalanan dinas, seperti pembayaran tiket atau hotel.

"Tidak sembarangan, pemegang kartu kredit harus ditetapkan oleh Kepala Kantor/pejabat yang berwenang. Untuk menjaga integritas, pemegang Kartu Kredit juga harus menandatangani surat pernyataan untuk tidak menyalahgunakan kartu kredit, dan bila terjadi penyalahgunaan bersedia untuk dituntut ganti rugi," ucapnya.

Untuk mencegah adanya biaya bunga/denda, kartu kredit dibayarkan sebelum jatuh tempo, tentu saja setelah dilakukan verifikasi rincian tagihan. Pembayaran tagihan dilakukan dengan cara over booking dari rekening bendahara ke rekening bank penerbit kartu.

Ia mengatakan, dengan kartu kredit belanja operasional menjadi lebih efisien, karena pemerintah dapat memperoleh barang/jasa terlebih dahulu, melunasi kemudian, sehingga kegiatan dapat berjalan lebih cepat dan lancar. Petugas juga tidak perlu membawa uang dalam jumlah besar dalam pembayaran kegiatan operasionalnya.

Saldo Rp 50 Juta

Foto: Tim Infografis, Mindra Purnomo
Dirjen Perbendaharaan Marwanto Harjowiryono mengatakan batas saldo kartu kredit pemerintah ini berada di kisaran Rp 50 juta sampai Rp 200 juta.

"Plafonnya tadi itu kan satker kan ada yang kecil dan besar. Plafon berkisar Rp 50-200 juta, kalau satker yang besar ya besar. Nah nanti kalau sudah habis berarti kan ditagihkan di Kemenkeu, kemudian diisi lagi," kata Marwanto.

Pada tahap uji coba yang dilakukan sampai Maret 2018 akan diterbitkan kartu kredit pemerintah untuk 500 satker. Dan yang memegang kartu kredit tersebut dipegang oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).

"Kita pilot project tapi memang ini barang baru ya tidak langsung kemudian bisa langsung. Sekarang yang sudah kan kantor presiden, KPK, Kemenkeu dan Kemsos," jelas dia.

Untuk mendorong penggunaan kartu kredit untuk belanja operasional dan belanja perjalanan dinas pemerintah, Ditjen Perbendaharaan bekerja sama dengan Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) yakni Bank Mandiri, Bank BRI, Bank BNI, dan Bank BTN.

Negara-negara yang Pakai Kartu Kredit

Foto: Rachman Haryanto
Penggunaan kartu kredit Pemerintah saat ini dalam masa uji coba. Sekretariat Negara, KPK, PPATK dan Kementerian Keuangan telah menggunakan sejak November 2017. Selanjutnya 81 satuan kerja dari 37 Kementerian/Lembaga akan menyusul.

Selain Indonesia, ada beberapa negara yang sudah melaksanakan terlebih dahulu kartu kredit untuk kegiatan atau pelaksanaan APBN-nya. Antara lain Inggris, Amerika Serikat, Australia, Singapura, Korea Selatan dan Brunei Darussalam.

Menurutnya, program ini semata-mata dilaksanakan agar mempermudah kegiatan operasional pemerintah. Seluruhnya pelaksanaannya diatur secara ketat oleh Kementerian Keuangan.

"Standardisasi prosedur dan pengamanan ditetapkan bersama perbankan. Uji coba terus dikuatkan untuk mendapatkan pola paling ideal," ujar dia.

Senyum Sri Mulyani

Foto: Fadhly Fauzi Rachman/detikcom
Bukan pertama kalinya Sri Mulyani terkena sindiran, sebelumnya juga dia disindir oleh Wakil Ketua DPR Fadli Zon soal utang dan pelemahan rupiah.

Untuk pendapat Rizal Ramli, Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini enggan menanggapi sindiran tersebut. Ketika ditanyakan oleh awak media di sela-sela acara Bank Dunia dia hanya terdiam.

"Sudah ya," tutur Sri Mulyani sambil menyunggingkan senyuman singkat di Energy Building, Jakarta.

Ketika awak media menanyakan tentang perihal lain, Sri Mulyani pun masih memberikan jawaban. Meskipun dia menanggapi sambil berjalan cepat.

Lalu awak media kembali menanyakan hal itu. Sri Mulyani tetap terdiam sambil melempar senyum dan kemudian masuk ke mobil.
Halaman 2 dari 9
(dna/dna)
Hide Ads