Percakapan tersebut menjadi viral lantaran diduga berisi pembicaraan pembagian fee proyek. Berikut peran dan identitas 'Pak Ari' yang muncul dalam percakapan Rini dan Bos PLN tersebut.
Proyek ini akan dibangun dengan tingkat keandalan yang tinggi dan tetap kompetitif dibanding terminal yang sudah ada di Indonesia dan regional.
Kemudian pada 2013 Bumi Sarana Migas (BSM) anak usaha Kalla Group yang menjalankan proyek ini meminta Ari Soemarno untuk bergabung sebagai Koordinator Senior Proyek LNG di Bojonegara, Banten. Proyek terminal regasifikasi LNG ini akan menjadi salah satu cara mengefisiensikan pendistribusian gas.
"Penunjukan Pak Ari sebagai Kalla Group Senior LNG Project Coordinator didasarkan pada profesionalitas dan keahlian beliau yang sudah puluhan tahun menggeluti sektor LNG," kata Solihin dalam siaran pers, dikutip Selasa (1/5/2018).
Dia menjelaskan, proyek terminal regasifikasi LNG di Bojonegara dibangun untuk mengantisipasi ancaman defisit gas di Jawa bagian Barat dan adanya kesiapan lahan yang dimiliki oleh anak perusahaan Kalla Group sejak tahun 1990-an. Rencana pembangunan proyek ini sejalan dengan keinginan pemerintah, agar perusahaan swasta mau berpartisipasi dalam pembangunany infrastruktur.
Setelah melalui diskusi dan kajian bisnis di internal Kalla Group yang dipimpin oleh Senior LNG Project Coordinator yang berpengalaman, maka pada tahun 2013 diputuskan untuk menunjuk salah satu Konsultan Teknik dari Jepang yang telah berpengalaman dan memiliki teknologi terbaik, dalam merancang bangun Terminal Regasifikasi LNG, untuk melakukan studi kelayakan pendirian Terminal Regasifikasi LNG. Hasil kajian Konsultan Teknik menunjukan bahwa lokasi tersebut sangat ideal untuk dimanfaatkan sebagai Terminal Regasifikasi LNG di darat.
Menurut Solihin, pada 12 Mei 2014 MoU kerja sama BSM dan Pertamina ditandatangani dan kedua pihak setuju untuk melakukan joint study. BSM setuju untuk mengalokasikan 30 Ha lahan dan mengajak Tokyo Gas Co Ltd dan Mitsui untuk bermitra dan membentuk joint venture Terminal Regasifikasi dengan kapabilitas pendanaan, teknologi, dan operasional pengelolaan terminal dan distribusi.
Dia menambahkan pada 1 April 2015 Pertamina telah meneken pokok-pokok kesepakatan (head of agreement/HoA) dengan BSM untuk membangun terminal penyimpanan dan regasifikasi LNG Bojanegara senilai USD500 juta. Dari hasil kajian lebih dalam diputuskan bahwa Pertamina harus mengamankan pelanggan terbesarnya, yaitu PLN. "Oleh sebab itu PLN sebagai off-taker diajak dalam kepemilikan Proyek LNG di Bojonegara dan pembahasan terus berlanjut hingga awal tahun lalu," ujarnya.
PT Bumi Sarana Migas (BSM) anak usaha dari Kalla Group bersama dua perusahaan Jepang sejak 2023 memang mengajak Pertamina dan PLN untuk bekerja sama untuk pembangunan infrastruktur proyek Terminal Regasifikasi Liquified natural gas (LNG) dengan kapasitas mmscfd di Bojonegara, Banten dengan model bisnis private public partnership (PPP).
CEO Kalla Group, Solihin Kalla menjelaskan pihaknya menginisiasi Pertamina untuk proyek infrastruktur ini sejak 2013. "Kerja sama ini murni business to business untuk mengantisipasi defisit gas di Jawa bagian Barat. Dalam skema kerja sama ini BSM menyerahkan sepenuhnya offtaker LNG kepada Pertamina, namun dalam perjalanannya PLN juga dilibatkan," kata Solihin dalam siaran pers, dikutip Selasa, (1/5/2018).
Dia menyebut, BSM sudah menawarkan kepemilikan saham kepada Pertamina dan PLN sebesar 15% dalam proyek pembangunan infrastruktur tersebut.
Pembahasan kepemilikan saham tersebut dilakukan sekitar akhir 2016, namun hingga saat ini belum diketahui perkembangan soal penawaran kepemilikan saham kepada kedua BUMN tersebut. BSM saat ini memiliki saham 50%, Tokyo Gas dan Mitsui 35%, sisanya 15% ditawarkan kepada Pertamina dan PLN di Proyek. Bahkan kami membuka kesempatan peningkatan kepemilikam saham BUMN hingga 25%.
"Jadi ini bukan soal bagi-bagi fee seperti yang diberitakan di banyak media," ujarnya.
Dia menegaskan walaupun Pertamina dan PLN tidak memiliki controlling share di proyek kerjasama tersebut, namun kondisi pasar gas di Indonesia, untuk pipa distribusi gas didominasi kepemilikannya oleh Pertamina dan PGN. Sementara konsumsi terbesar atas gas adalah PLN, maka praktis BUMN sebagai offtaker dari Terminal Bojonegara telah mempunyai control atas keberadaan proyek tersebut.
Sebelumnya mantan Dirut Pertamina Elia Masa Manik menjanjikan akan meninjau ulang kerjasama dengan Pertamina dengan joint venture BSM, Tokyo Gas dan Mitsui. Namun, hingga saat ini belum ada update apapun dari hasil review tersebut.
Sementara itu, dia menjelaskan bahwa pembangun proyek infrastruktur terminal regasifikasi LNG itu berdasarkan data Kementerian ESDM dan kajian Wood MacKenzie mengenai Outlook Suplai Gas tahun 2013 β 2030. Data tersebut menunjukan bahwa Jawa bagian Barat akan mengalami defisit neraca gas pada 2023 yang disebabkan oleh berkurangnya dan akan habisnya (depletion) cadangan gas dari Sumatera serta meningkatnya permintaan akan kebutuhan gas.
Mitra dari Jepang, Tokyo Gas dan Mitsui digandeng BSM dalam joint venture itu karena memiliki pengalaman di bidang LNG dan kemampuan kapasitas pendanaannya. Mengingat nilai investasi Proyek Terminal Regasifikasi LNG di Bojonegara ini cukup besar sekitar Rp10 triliun.
Rencananya proyek ini akan dibiayai oleh pemenuhan modal pemegang saham serta pinjaman dari Lembaga Keuangan Jepang, yang terdiri dari Lembaga Keuangan Pemerintah Jepang dan Perbankan Jepang.
"Untuk kajian awal proyek LNG di Bojonegara ini saja Konsorsium BSM, Tokyo Gas dan Mitsui sudah mengeluarkan biaya sebesar US$20 juta. Jadi kami tidak hanya sekadar berkontribusi di lahan seluas 30 hektare saja," kata dia.
Dukungan dan kesiapan mitra dari Jepang ini memberikan kemampuan kepada terminal untuk melayani kebutuhan gas di Tanah Air dengan biaya regasifikasi yang lebih murah, dibanding fasilitas regasifikasi yang ada pada saat ini. BSM menawarkan biaya regasifikasi sebesar US$1,2 US per MMBTU yang merupakan harga biaya termurah dibandingkan dengan pelaku di industri tersebut. Dengan demikian proyek ini sejalan dengan rencana pemerintah untuk menurunkan harga gas dalam negeri.
Dengan proyek kerja sama ini, jelas Solihin, kedua BUMN tersebut tidak perlu mengeluarkan dana yang sangat besar, tetapi tetap memiliki sebagian aset infrastruktur gas tersebut. Selain itu, kedua BUMN tersebut juga dapat mengontrol operasional di proyek tersebut, karena produksi Terminal Regasifikasi LNG sesuai dengan kebutuhan pasokan dan permintaan perusahaan plat merah tersebut.
Nama Ari yang dibicarakan oleh Rini dan Sofyan diduga Ari Soemarno yang tidak lain adalah kakak dari Rini Soemarno. Ari pernah menduduki posisi strategis di PT Pertamina (Persero).
Dikutip detikFinance dari berbagai sumber, Senin (30/4/2018), Ari lahir di Yogyakarta 14 Desember 1948 atau 10 tahun lebih tua dari Rini yang lahir di tahun 1958.
Sebelum menjadi Direktur Utama Pertamina, Ari dipercaya menjadi Staf Khusus Direktur Hilir Pertamina. Jauh sebelum itu, ia sudah merintis kariernya di Pertamina. Ari juga pernah menjabat sebagai Direktur Utama Petral atau Pertamina Trading Limited yang belum lama ini dibubarkan.
Ari meraih puncak kariernya sebagai Direktur Utama Pertamina di tahun 2006 hingga 2009. Ari menggantikan Widya Purnama yang menjabat dari 2004.
Sosok Ari disebut dalam percakapan antara Rini dan Sofyan memegang peranan penting mengenai proyek yang melibatkan PLN dan Pertamina. Sofyan dalam rekaman percakapan tersebut masih belum setuju terkait besaran yang diminta oleh Ari.
Namun Kementerian BUMN menegaskan bahwa percakapan tersebut bukan membahas tentang 'bagi-bagi fee' sebagaimana yang dicoba digambarkan dalam penggalan rekaman suara tersebut.
Sekretaris Kementerian BUMN, Imam Apriyanto Putro mengatakan, memang benar bahwa Rini dan Sofyan melakukan diskusi mengenai rencana investasi proyek penyediaan energi yang melibatkan PLN dan Pertamina.
Dalam diskusi tersebut, baik Rini maupun Sofyan memiliki tujuan yang sama yaitu memastikan bahwa investasi tersebut memberikan manfaat maksimal bagi PLN dan negara, bukan sebaliknya untuk membebani PLN.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno akan menempuh jalur hukum dan melaporkan penyebar rekaman percakapannya dengan Bos PLN.
"Sebentar lagi saya akan masukkan tuntutan, bukan atas nama BUMN tapi juga pribadi," kata Rini di Karanganyar, Jawa Tengah, pekan lalu.
Menurut Rini, percakapan itu sengaja dipotong sehingga seolah-olah percakapan itu terkait bagi-bagi fee. Padahal, menurut Rini, tak ada kepentingan apapun selain untuk BUMN baginya.
"Emang ada percakapan yang dipotong sedemikian rupa seperinya ada proyek minta fee. Padahal sebagai direksi BUMN kita harus perjuangkan kepentingan BUMN bukan pribadi atau grup," imbuh Rini.
Rini pun menyebut oknum yang menyebarkan obrolan itu adalah mereka yang tidak senang dengan Kementerian BUMN. Rini pun segera melaporkannya ke polisi.
"Ini dipotong-potong, saya lihat orang ada yang kurang happy dengan kita," kata Rini.
Sebelumnya Sofyan Basir juga mengaku siap membawa kasus tersebut ke ranah hukum. Menurutnya, percakapan tersebut dilakukan pada akhir 2016. Dia pun mengaku sadar jika percakapan itu direkam.
"Kayaknya gitu, kami akan masuk ke ranah hukum. Kalau itu lempeng-lempeng aja (tidak dipotong) bagus," kata Sofyan.
"Pertama kali komunikasi kalau tidak salah akhir 2016. Saya tahu itu direkam tapi nggak tahu kok dipotong-potong gitu lho. (Pelakunya) enggak tahu," ujar Sofyan.
Menurutnya, percakapan itu membahas investasi PLN dan Pertamina dengan perusahaan swasta di bidang penyediaan energi. Sofyan menilai potongan rekaman itu seakan-akan yang meminta saham adalah dia pribadi.