Petani Sawit di Jambi Belajar Tanam Jahe hingga Ternak Domba

Petani Sawit di Jambi Belajar Tanam Jahe hingga Ternak Domba

Moch Prima Fauzi - detikFinance
Jumat, 04 Mei 2018 11:40 WIB
Petani Sawit di Jambi Belajar Tanam Jahe hingga Ternak Domba
Foto: Moch Prima Fauzi/detikcom
Jambi - Kelompok Tani di Desa Dataran Kempas, Kecamatan Bukit Tinggi, Kabupaten Tanjung Jabung Tinggi, Jambi, belajar menanam jahe, sayuran, hingga beternak domba. Sebelum menjadi petani hortikultura dan peternak, secara mayoritas warga merupakan petani sawit.

Tiap kelompok tani memiliki jumlah anggota yang beragam seperti pada Kelompok Tani Karya Trans Mandiri yang beranggotakan 31 orang, dan Kelompok Wanita Tani (KWT) Mekar Wangi yang beranggotakan 130 anggota.

Aa Rusmin, Ketua Kelompok Karya Trans Mandiri mengaku telah menggeluti ternak domba dan juga tanaman hortikultura sejak 6 bulan lalu. Sebelumnya ia merupakan petani sawit. Dia mengungkap alasan beralih menjadi peternak dan petani hortikultura.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Karena sawit sudah tua (usia pohonnya) tinggal 2 tahun lagi, makanya dengan adanya program Desa Makmur Peduli Api (DMPA) yang dibina PT Wirakarya Sakti (WKS) bisa dibantu hortikultura dan ternak," ujarnya ketika ditemui detikFinance, Kamis (3/5/2018).

Petani Sawit di Jambi Belajar Tanam Jahe hingga Ternak DombaFoto: Moch Prima Fauzi/detikcom

Sejak mendapatkan bantuan tersebut 6 bulan lalu, Rusmin mengatakan kini domba yang dimiliki telah berjumlah 80 ekor dari 30 ekor saat pertama kali merintis. Beberapa di antaranya merupakan tambahan berasal dari swadaya masyarakat sendiri maupun atas kelahirannya domba baru.

Meski untuk saat ini hasil ternaknya belum bisa menghasilkan keuntungan bagi 35 anggota kelompoknya, namun ia mengaku tak akan menjual domba tersebut. Sebab, ia berencana untuk membuat pupuk kompos yang berasal dari kotoran domba.

"Kambing belum mau dijual. Harapan kami limbahnya ingin dibuat pupuk, baik dari kotoran padat maupun cairan. Dan nanti ada pelatihan dari BP3K (Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan) untuk pengolahannya," ujarnya.

Sementara dari tanaman hortikultura, masih digunakan untuk kebutuhan konsumsi kelompok tani. Jenis tanaman yang ditanam seperti terong, kangkung, kacang panjang, kacang tanah dan lainnya.

Masih di desa yang sama, terdapat pula Kelompok Wanita Tani (KWT) yang beranggotakan 130 orang. Ketua Kelompok Tani tersebut, Rita Ayuwandari mengatakan kelompoknya baru belajar menanam jahe merah sekitar tiga bulan.

Kelompok Mekar Wangi yang dipimpinnya saat ini menerima bantuan jahe berupa bibit, pupuk, serta tempat tanam berupa polybag. Jumlah polybag yang menampung bibit jahe merah ada sekitar 8 ribu kantung.

"Kita meminta bibit jahe merah ke PT WKS. Mereka bantu bibit, polybag dan pupuk kompos. Karena jahe merah tidak terlalu sulit perawatannya," kata Rita.

Menurut salah seorang anggota kelompok bernama Enoh, tanaman jahe merah tersebut dipelihara secara bergotong royong dengan sesama anggota mulai dari pemupukan dan penyiraman. Pemupukan dilakukan sebanyak dua kali dalam 8 bulan yang merupakan waktu panen jahe merah.

Selagi menunggu waktu panen tiba, mereka juga memproduksi serbuk jahe sebagai latihan pengolahan nanti. Jahe merah yang telah dihaluskan dijual untuk minuman seduh seharga Rp 20 ribu per kemasan 20 ons.

Selain ternak domba dan jenis tanaman hortikultura, ada juga kelompok karang taruna yang membudidayakan ikan nila. Sejak bergabung pada Mei tahun lalu, kelompok bernama Laskar Nusantara ini membudidayakan 30 ribu bibit nila yang merupakan modal awal dengan pemberian pakan sebanyak 2 ton lebih.

Dikatakan oleh bagian pengembangan budidaya ikan nila, Anwar Sulaiman, pihaknya telah melakukan panen di bulan Maret kemarin sebanyak 500 kilogram ikan yang berasal dari 2 kolam rata-rata berukuran 8 x 20 meter. Ikan nila dijual seharga Rp 27 juta per kilo.

"Kami sudah panen itu waktu Maret dari dua kolam itu 500 kilogram. Dijualnya ke tengkulak sini. Harga satu kilonya Rp 27 ribu," ungkapnya.

Untuk pemberian pakannya, kelompok ini juga memanfaatkan ampas tahu dari sisa pengolahan tahu sumedang. Oleh karena itu selain budidaya ikan nila, kelompok Karang Taruna Laskar Nusantara ini juga berjualan tahu sumedang di sekitar lokasi kolam.

Kemudian, ada pula Kelompok Tani Mekar Jaya yang mengolah limbah kelapa sawit dan kotoran sapi dengan omzet hingga Rp 1 miliar per bulan dari produksi pupuk sebanyak 1.000 ton.

Petani Sawit di Jambi Belajar Tanam Jahe hingga Ternak DombaFoto: Moch Prima Fauzi/detikcom

Pendiri dan pengurus kelompok, Supari, mengatakan dipilihnya kotoran sapi karena sebelumnya kelompok tani ini telah memilki 60 ekor sapi ditambah 8 ekor sapi bantuan PT Wirakarya Sakti yang bisa dimanfaatkan kotorannya.

"Saya saya juga melihat agar lingkungan tetap sehat dan bersih salah satunya pemanfaatan limbah. Kebetulan di sini banyak sawit, jadi banyak limbah sawit. Kami memanfaatkan limbah terpadu untuk menghadapi peremajaan sawit agar tidak mengalami kehilangan pendapatan sementara," kata dia.

Jumlah tenaga kerja di kelompok ini kini telah berjumlah 55 orang yang kebanyakan di antaranya adalah para ibu dengan upah per bulan rata-rata Rp 3 juta dan tertinggi sesuai kualifikasi mencapai Rp 8 juta.

Desa Makmur Peduli Api sendiri kerupakan program yang diinisiasi oleh Asia Pulp and Paper (APP) Sinar Mas pada 2015. Tujuan dibentuknya program ini adalah untuk meningkatkan ekonomi warga, pemetaan sumber daya desa dan pemanfaatan lahannya, penguatan relasi antara perusahan dengan warga, dan memperkuat kebijakan konservasi hutan APP Sinar Mas, selain juga menghilangkan kebiasaan membakar lahan.

Total dana yang digulirkan untuk program ini sebanyak 32,91 miliar dengan jumlah penerima manfaat berjumlah 13.814 kepala keluarga. Hingga saat ini program itu tercatat sudah ada di 191 desa dengan target hingga 2020 nanti menjadi 500 desa yang meliputi Jambi, Kalbar, Kaltim, Riau, dan Sumsel. (ega/hns)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads