-
Siapa tidak tahu GarudaFood, perusahaan yang terkenal dengan beragam jenis produk kacang-kacangan ini, dulunya hanya industri kecil. Lewat tangan Sudhamek Agoeng Waspodo Soenjoto (AWS), GarudaFood berkembang pesat seiring waktu.
Sudhamek memang hanya meneruskan bisnis kacang tanah keluarga, tapi berkat kepiawaiannya mengelola perusahaan, membuat GarudaFood menjadi salah satu perusahaan raksasa di Indonesia, yang tidak hanya memproduksi kacang, tapi juga bermacam produk lainnya.
Usahanya membesarkan bisnis tersebut bukan perkara mudah. Semasa muda, Sudhamek kerap jadi sasaran
teman-teman sebayanya karena namanya dianggap aneh. Sudhamek yang berlatar belakang keluarga susah juga pernah dihina miskin.
Namun, dia membuktikan kepada orang-orang yang dulu memandangnya sebelah mata bahwa sosok Sudhamek bisa berubah 180 derajat.
Sudhamek yang pada 2017 tercatat sebagai orang terkaya ke 38 di Indonesia versi Forbes, punya banyak kisah menarik sebelum dia sukses.
Sudhamek Agoeng Waspodo Soenjoto (AWS), Chairman PT GarudaFood Group, yang sempat mau ganti nama karena namanya jadi bahan ejekan.
"Kalau SD saya nggak terlalu merasakan ya. Saya mulai merasakan itu SMP, SMA, itu saya memang merasa mengalami masa masa seperti itu, di-bully," katanya saat berbincang dengan detikFinance, pekan lalu.
Selama tiga tahun di bangku SMA, Sudhamek sudah kenyang ditertawakan karena namanya.
"Nama saya aneh kan. Nama Sudhamek itu di Indonesia cuma ada satu itu, sehingga setiap hari kalau absensi itu kayaknya saya kayak diadili gitu. Saya sudah tahu sebentar lagi ini begitu nama saya disebut pasti (murid lain) tertawa. Bayangkan itu setiap hari selama 365 hari dikalikan 3 tahun," ujarnya.
Namun, lama-lama dia terbiasa dengan cemoohan kawan-kawannya itu. Meski begitu, Sudhamek mengaku pernah ingin mengganti namanya. Tapi akhirnya niat tersebut dia urungkan.
"Pernah, pernah saya sempat mau ganti nama tapi ya akhirnya (tidak)," tambahnya.
Sudhamek semasa sekolah pernah begitu terpukul karena dihina kere. Dia dihina oleh kakak dari temannya.
Cerita bermula saat dirinya mengantarkan temannya pulang ke rumahnya. Kata Sudhamek, temannya itu adalah anak dari pemilik pabrik teh di Slawi. Kala itu bisnisnya terbilang mapan dan dia merupakan golongan orang kaya.
"Saya waktu itu masih naik sepeda dia sudah naik (motor) Honda, Honda yang cc-nya gede, dan memang dia kaya ukurannya waktu itu," katanya saat berbincang dengan detikFinance, pekan lalu.
Merasa terluka dengan ucapan tersebut, Sudhamek yang saat itu masih sangat muda tak bisa menahan amarah hingga akhirnya keduanya bersitegang dan beradu fisik
"Akhirnya kami berantem fisik. Ya sudah sama laki laki lah itu. Dia kelas 2, saya kelas 1 SMA waktu itu, nggak sampai luka, sedikit memar memar," lanjutnya.
Tapi kondisi itu akhirnya membuat dia bertekad untuk membuktikan dirinya bisa menjadi sosok yang lebih baik.
"Kemarahan, kecewa, rasa terhina, dan sebagainya itu saya ubah jadi energi untuk saya buktikan bahwa saya tidak seperti yang dibayangkan mereka lah, kira kira begitu. Nah di situ lah saya ada sifat kompetitif," jelasnya.
Tak sia-sia, setelah terbukti sukses, teman-temannya pun mengakui kesuksesannya.
Sudhamek mungkin tidak pernah menduga bisa sukses membangun bisnis keluarga yang kini berbendera GarudaFood. Sebagai anak terakhir, dia tidak pernah dipersiapkan oleh orang tuanya untuk itu.
"Makanya saya ini sebenarnya ada di pimpinan ini it's not by design. Saya anak paling kecil. Saya nggak pernah dipersiapkan oleh ayah saya," kata Sudhamek.
Dia menyatakan tidak sempat mendapatkan ilmu berbisnis dari sang ayah. Pasalnya setelah dia lulus kuliah, tak lama berselang sang ayah meninggal dunia.
Dia bercerita sang ayah pernah menawarkan membukakan bisnis untuk dirinya. Hal itu agar dia bisa mulai menjalankan usaha. Hanya saja kala itu Sudhamek menolak dan memilih kerja dengan orang lain.
"Dulu saya sama ayah saya mau dibukain bisnis di Rembang tapi saya nggak mau karena pemikiran saya 'sudah lah, saya itu sudah disekolahkan sampai dapat dua gelar, kok masih membebani orangtua lagi' ayah saya itu betapa lelahnya menyiapkan pekerjaan untuk anak-anaknya yang jumlahnya 11 itu kan," tuturnya.
Namun pada akhirnya Sudhamek terpanggil untuk meneruskan bisnis keluarga. Pada awalnya bisnis keluarga tersebut hanya memproduksi olahan kacang tanah. Namun di tangannya, bisnis tersebut berkembang pesat.
Sudhamek punya tiga kunci sukses yang menghantarkannya melejitkan bisnis, terutama pada perusahaannya, GarudaFood. Apa saja?
Secara sederhana dia mengatakan yang membuat bisnis GarudaFood bisa berkembang pesat bergantung pada teknologi dan inovasi, brand value, serta jaringan distribusi.
"Yang pertama adalah adanya technology mastery, penguasaan terhadap teknologi dan innovation. Jadi teknologinya harus dikuasai dan kemudian innovation. Teknologi utamanya kepada quality dan productivity. Inovation pada dasarnya untuk membangun sebuah keunggulan, ada unique value differentiation-nya. Itu pertama," katanya.
Kedua, yang tidak kalah penting adalah brand dari bisnis yang dijalani. Nilai dari sebuah brand memiliki peranan yang terbilang penting.
"Kedua adalah brand value, karena ini kita di consumer goods (barang konsumsi), you have to build your brand. Brand itu pertanyaannya adalah how is you brand. Brand value dan itu membangun itu tidak hanya butuh uang banyak, butuh waktu yang panjang, butuh kecerdasan tersendiri. Kreatifitas lah lebih tepatnya," jelasnya.
Yang terakhir adalah mengenai distribusi produk yang kita hasilkan. Semakin baik jaringan distribusi, maka hasilnya akan jauh lebih baik.
"Ketiga adalah distribution network itu. Makanya dulu yang saya benahin pertama di situ, distribution network. Tanpa punya distribution network, anda nggak akan bisa memenangkan persaingan itu," tambahnya.