"Yang kita khawatirkan kalau kondisi fundamental memburuk, ada pengetatan ekonomi atau moneter global, ini dolar bisa bergerak naik terus Rp 14.100, Rp 14.200, sangat mungkin menuju Rp 15.000 pada akhir 2018," kata Ekonom INDEF Bhima Yudhistira Adhinegara dalam diskusi 'Nasib Perusahaan Plat Merah di Bawah Kebijakan Rini Soemarno di Hotel Sofyan inn, Jalan Saharjo Jakarta, Minggu (13/5/2018).
Bhima menyebut, berdasarkan data Bank Indonesia (BI), total utang BUMN mencapai Rp 4.343 triliun pada 2017. Untuk BUMN non perbankan atau non finansial mencapai Rp 610,7 triliun, dan 60% berbentuk valas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau kita cek dari Rp 610,7 triliun total utang BUMN non perbankan, 60% utang dalam bentuk valas. Kalau sampai dolar Rp 15.000, ini BUMN kita yang akan kolaps, dan itu bukan main main," lanjutnya.
Menurutnya, kondisi ini terus dibiarkan, dan seolah-olah menganggap semuanya baik-baik saja. Padahal ada permasalahan yang tidak bisa dibiarkan.
"Kalau ramalan itu terbukti dan 60% (utang) BUMN non keuangan itu berbentuk valasi, ini problem yang sangat serius, dan ini bagaimana kalau terus begini, terus dibiarkan, dan seolah nggak ada permasalahan dalam manajemen BUMN, termasuk manajemen keuangannya," ujarnya.
Bhima menambahkan, utang BUMN terus membengkak karena dibiarkan bekerja secara asal-asalan, dan tidak dimanajemen dengan baik.
Baca juga: Dolar AS Lengser dari Rp 14.000 |
"Konsekuensi dari penugasan yang tidak pada tempatnya, tidak diatur dalam APBN, tapi dipaksa BUMNnya untuk lakukan penugasan penugasan tadi, berimplikasi pada membengkaknya utang BUMN," tambahnya. (zlf/zlf)