Berdasarkan pantauan detikFinance di Pasar Tanah Abang, baju impor tersebut banyak dijual dengan berbagai model, baik untuk pria maupun wanita.
Salah satu pedagang, Anti mengaku menjual pakaian impor berupa blus dan celana. Tidak hanya, itu ia juga menjual pakaian buatan lokal.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut, ia mengaku pada bulan April lalu ada peningkatan permintaan. Bahkan hal tersebut membuat stok blus dan celana tersebut cepat habis.
"Ada 500 stok untuk baju, 500 stok untuk celana habis sebulan," katanya.
Penjual pakaian anak-anak di Pasar Tanah Abang, Endang juga mengatakan hal yang sama. Dirinya mengaku lebih banyak menambah pakaian impor untuk dijual menjelang Lebaran.
"Kalau Lebaran pasti meningkat dari kemarin emang sudah nyetok Maret, April, Mei. Soalnya banyak yang beli," ungkapnya.
![]() |
Ia mencontohkan penambahan tersebut bila biasanya hanya dibeli beberapa kodi, maka untuk stok dirinya membeli semua produksi dalam satu model.
"Iya biasanya banyak model beberapa kodi. Sekarang semua produksi kita beli tapi untuk satu modelnya," ungkapnya.
Selain itu, Endang mengakui stok yang meningkat di bulan April lalu juga dilakukan untuk menghindari pencegahan oleh Ditjen Bea dan Cukai terhadap produk yang tidak ada label SNI.
"Nyetok juga karena di pelabuhan lampu merah untuk barang-barang yang nggak ada label SNI-nya," pungkasnya.
Baca juga: Baju Impor China Banjiri RI Jelang Lebaran |
Sementara itu, Kepala BPS Suhariyanto menjelaskan impor pakaian dari China naik 64,3% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Ia menyebutkan untuk nilainya April tahun ini tercatat sebesar US$ 36,3 juta.
"Kalau April tahun lalu 2017 itu untuk pakaian bukan rajutan nilainya hanya US$ 22 juta, tapi 2018 ini US$ 36,3 juta ada peningkatan sekitar US$ 14,2 juta," ujarnya.
Dari data BPS juga disebutkan impor filamen buatan dari China tercatat sebesar US$ 320,82 juta pada April. Filamen buatan adalah jenis benang yang digunakan untuk membuat kain. (ara/ara)