Pelaku usaha menganggap usulan pertumbuhan ekonomi di tahun terakhir masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ini terlalu ambisius.
"Khusus untuk pertumbuhan ekonomi itu ambisius banget," kata Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Bahlil Lahadalia di Komplek Istana, Jakarta Pusat, Jumat (18/5/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bahlil menyadari, asumsi makro yang diusulkan pemerintah berdasarkan basis data perekonomian nasional yang dikelola sampai saat ini. Namun, jika melihat sejarahnya pertumbuhan ekonomi nasional hanya berada di kisaran 5%. Oleh karenanya, usulan tersebut terlalu ambisius.
"Kita lihat sekarang, 5,06% (kuartal I-2018), kita lihat lah nanti September, Oktober, realisasi pertumbuhan ekonomi kita berapa. Tapi kalau di bawah 5,2%, quote and quote target pertumbuhan tahun depan ambisius," jelas dia.
Sedangkan untuk asumsi makro lainnya, seperti inflasi, Bahlil mengaku angka 2,5-4,5% sudah tepat. Lantaran pemerintah belakangan ini berhasil menjaga inflasi di level rendah.
"Pemerintah sudah punya pertimbangan lain, inflasi masih oke, itu bisa terjaga. Pemerintah punya cara untuk mengendalikan," tutur dia.
Sementara itu, Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan Roeslani mengatakan pemerintah harus memberikan banyak stimulus fiskal bagi dunia usaha. Stimulus fiskal tersebut, lanjut Rosan, agar dunia usaha mampu berkontribusi besar dalam merealisasikan pertumbuhan ekonomi yang diusul 5,4-5,8% di 2018.
"Mesti ada relaksasi kebijakan lah, soalnya kita juga untuk bisa mendorong daya beli. Kita pernah sampaikan. Kita juga baru baca Mahathir (PM Malaysia) memberikan relaksasi untuk PPN dinolkan, tapi kita tidak minta seperti itu ya tapi mungkin dalam kurun waktu tertentu diberikan insentif jadi daya beli bisa meningkat lagi, pertumbuhan kita terbantu kan karena domestic consumption, jadi itu yang kita harapkan," kata Rosan. (ara/ara)











































