Inflasi Rendah, Tanda Daya Beli Loyo?

Inflasi Rendah, Tanda Daya Beli Loyo?

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Selasa, 05 Jun 2018 08:43 WIB
Inflasi Rendah, Tanda Daya Beli Loyo?
Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi periode Mei 2018 sebesar 0,21% meskipun ada momen bulan Ramadan yang biasanya mendorong konsumsi dan menyebabkan sejumlah harga bahan makanan naik.

Rendahnya angka inflasi ini apakah mencerminkan perlambatan konsumsi alias daya beli loyo?

detikFinance merangkum fakta-faktanya dalam rangkaian berita berikut ini:
Kepala BPS Suhariyanto menjelaskan angka ini lebih rendah dibandingkan inflasi tahun 2017 0,39% dan Ramadan bulan 2016 0,66%.

Dia menjelaskan angka inflasi ini tak menunjukan perlambatan pada konsumsi rumah tangga. "Saya yakinkan 0,21% ini bukan konsumsinya melambat. Rendahnya angka inflasi ini karena ada yang tidak biasa seperti volatile food yang biasanya. bergejolak, kali ini terkendali dengan berbagai upaya yang dilakukan," kata Suhariyanto dalam konferensi pers di Gedung BPS, Jakarta, Senin (4/6/2018).

Suhariyanto mengungkapkan inflasi kali ini merupakan hal yang baik dan ia tak melihat adanya tanda perlambatan konsumsi. Misalnya harga beras yang biasanya naik namun periode ini mengalami penurunan. Namun ada yang harus diwaspadai seperti kenaikan harga daging ayam ras dan telur ayam karena permintaanya akan terus meningkat.

Karena itu dibutuhkan pengendalian harga menjelang hari raya besar seperti Lebaran dan Natal. Ini karena biasanya terjadi permintaan barang yang berlebih dan mendorong puncak inflasi.

"Biasanya yang perlu dijaga itu Ramadan, Lebaran dan Natal. Memang selalu seperti itu. Kalau di bulan Desember itukan ada persiapan tahu baru juga dan liburan," ujarnya.

Inflasi tertinggi terjadi di Tual 1,88% dan terendah di Purwokerto dan Tangerang masing-masing 0,01%. Kemudian deflasi tertinggi terjadi di Pangkalpinang sebesar 0,99% dan terendah terjadi di Pematangsiantar 0,01%.

Inflasi terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh naiknya seluruh indeks kelompok pengeluaran, yaitu kelompok bahan makanan sebesar 0,21%, kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau sebesar 0,31%, kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar sebesar 0,19%.

Untuk kelompok sandang sebesar 0,33%, kelompok kesehatan sebesar 0,21%, kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga 0,9% dan kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan 0,18%.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi Mei 2018 sebesar 0,21%. Inflasi tersebut didorong oleh kenaikan harga daging ayam hingga pakaian muslim wanita. "Inflasi daging ayam ras ada kenaikan harga," ujar Kepala BPS Suhariyanto.

Andil bahan makanan terhadap inflasi Mei mencapai 0,04% yang disumbangkan oleh daging ayam, telur ayam ras, ikan segar, dan bawang merah.

Sedangkan makanan jadi memberikan andil terhadap inflasi Mei sebesar 0,05%. Makanan jadi meliputi air minum kemasan dan rokok kretek

"Air kemasan dan rokok kretek filter 0,01% itu yang menyumbang inflasi untuk kelompok makanan jadi," ujar Suhariyanto.

Selanjutnya, hal lain yang menyumbang inflasi bulan kemarin adalah tarif sewa rumah dan kenaikan upah asisten rumah tangga (ART) yang terjadi di 22 kota. Selain itu, kenaikan harga baju muslim wanita ikut menyumbang inflasi 0,02%.

"Untuk sandang di sana ada sumbangan 0,02%, kenaikan baju muslim wanita. Ibu-ibu nampaknya udah siapkan lebaran sejak dini," kata Suhariyanto.

Sektor transportasi juga memberikan andil terhadap inflasi Mei. Inflasi pada kelompok transportasi disebabkan oleh kenaikan tarif angkutan udara.

"Mudah-mudahan kenaikannya tidak terlalu tinggi sehingga tidak beratkan konsumen," kata Suhariyanto.

Ia menambahkan, ada juga beberapa komoditas yang mengalami penurunan harga atau deflasi, yaitu cabai merah deflasi 0,08%, bawang putih 0,05%, beras 0,04%, dan cabai rawit 0,03%.

Besaran inflasi selama empat bulan terakhir sejak Februari 2018. Pada Februari 2018, inflasi tercatat 0,17% atau lebih rendah dari Januari 2018 sebesar 0,62%.

Tren inflasi rendah juga berlanjut pada Maret 2018 sebesar 0,20%. Angka ini sedikit naik dibandingkan posisi bulan sebelumnya 0,17%.

Kemudian, pada April tercatat inflasi 0,10% dan pada Mei sebesar 0,21%. Besaran inflasi tersebut diharapkan bisa mencapai target 3,5% plus minus 1%.

"Diharapkan inflasi masih tetap terkendali pada target yang sudah ditetapkan 3,5% plus minus 1%," kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto.

Suhariyanto menambahkan, besaran inflasi Mei kali ini lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Pada Mei 2017 terjadi inflasi sebesar 0,39%.

"Inflasi Mei 2018 jauh lebih rendah . Ini kabar yang menggembirakan dan diharapkan inflasi masih tetap terkendali pada target yang sudah ditetapkan 3,5% plus minus 1%," tutur Suhariyanto.

"Kita harapkan ke depan inflasi tetap terkendali dan daya beli masyarakat tetap terjaga," tambahnya.

Menurut Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution angka inflasi Mei sudah sejalan dengan keinginan pemerintah.

"Jadi artinya angka sebesar 0,21% itu adalah angka yang menurut pemerintah bagus, sejalan dengan keinginan pemerintah," katanya di Hotel Raffles Jakarta, Ciputra World 1, Jakarta, Senin (4/6/2018).

Dia melanjutkan, apabila inflasi bisa tetap terjaga di bawah 0,3% seperti saat ini, maka target pemerintah terkait inflasi bisa terpenuhi. Target yang dituangkan dalam asumsi APBN tahun ini, inflasi sebesar 3,5% plus minus 1%, atau setinggi-tingginya 3,6%.

"Kalau 1 bulan itu inflasinya di bawah 0,3%, good. Karena nanti setahun paling tinggi 3,6%. Inflasi itu dikalikan di bulan-bulannya. Jadi kalau 12 bulan kali 0,3%, (sama dengan) 3,6%. Kalau segitu inflasinya, itu masuk di dalam rencana pemerintah," lanjutnya.

Darmin menilai angka inflasi yang dianggap baik ini mencerminkan terjaganya harga-harga barang. Namun dia mengakui ada komoditas yang harganya masih mengalami kenaikan.

"Memang harga-harga bahan makanan terkendali. Tadinya kita khawatir ayam, daging ayam itu sedikit harga naik. Tapi telur sudah oke, beras oke. Jadi yang lain-lain oke, pendidikan oke," sebutnya.

Darmin mengatakan menjelang akhir Ramadan yang perlu diwaspadai adalah peningkatan harga tiket pesawat.

"Yang perlu kita jaga juga di akhir-akhir Ramadan biasanya itu adalah tiket pesawat. Jadi itu yang harus diperhatikan," tambahnya.

Menteri Keuangan RI Sri Mulyani indrawati menyampaikan inflasi rendah yang bertepatan dengan Bulan Suci Ramadan ini merupakan bukti keberhasilan pemerintah menjaga kestabilan harga serta daya beli masyarakat.

"Ini adalah satu pencapaian, untuk total (angka inflasi) year on year juga masih 3,2%. Ini menunjukkan bahwa kita pemerintah bersama Bank Indonesia tetap menjaga agar daya beli masyarakat tak tergerus kenaikan harga," katanya di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Senin (4/6/2018).

Angka inflasi Mei sekaligus Ramadan tahun ini disebutnya juga lebih rendah dibandingkan Ramadan tahun-tahun sebelumnya.

"Inflasi tentu saja kita menyambut gembira dan memasuki bulan Ramadan dan mendekati Lebaran, inflasi hanya 0,21%. Kalau kita lihat tahun sebelumnya biasanya menjelang Lebaran bisa mencapai hampir 0,5%," sebutnya.

Sri Mulyani berharap target inflasi di level 3,5% plus minus 1% tahun ini bisa tercapai. Untuk itu, diperlukan stabilitas ekonomi dalam negeri di tengah gejolak ekonomi dunia.

"Kita akan terus jaga prestasi ini atau kondisi ini dengan baik sehingga keseluruhan per tahunnya sesuai asumsi APBN di 3,5% plus minus 1%. Berarti stabilitas jadi sangat penting terutama saat ekonomi dunia yang semakin menghadapi ketidakpastian," lanjutnya.

Wanita yang pernah menjabat sebagai Direktur Pelaksana Bank Dunia ini juga menyoroti inflasi dari sisi gejolak nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) yang belakangan menguat terhadap rupiah. Penguatan dolar AS sempat tembus ke level Rp 14.200.

"Kita juga lihat dengan adanya gejolak dolar itu juga berpotensi tingkatkan juga inflasi, namun stabilitas dari sisi harga pangan dan papan beri kepastian dan stabilitas yang baik," tambahnya.

Hide Ads