Pertama, menurunnya secara konsisten jumlah penduduk miskin di perdesaan baik secara absolut maupun persentase, walaupun penurunannya tidak sedrastis di wilayah perkotaan.
"Dari data BPS, pada September 2015, jumlah penduduk miskin di pedesaan sebanyak 17,89 juta jiwa atau 14,09% dan pada September 2016 turun menjadi 17,28 juta jiwa atau 13,96% dan pada September 2017 turun lagi menjadi 16,31 juta jiwa atau 13,47%," demikian dikatakan Ketut, dalam keterangan tertulis, Minggu (24/6/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut data BPS, sejak Maret 2015 hingga Maret 2017, Gini Rasio pengeluaran masyarakat di perdesaan terus menurun, dari 0,334 pada tahun 2015 menjadi 0,327 pada tahun 2016 dan menurun lagi menjadi 0,302 pada tahun 2017.
"Kondisi ini secara implisit menunjukkan semakin membaiknya pendapatan petani. Gini Rasio di perkotaan juga mengalami penurunan, namun masih berada dalam ketimpangan sedang, sementara di perdesaan sudah berada dalam ketimpangan rendah," jelas Ketut.
Dan terakhir, menurut Ketut, dengan semakin membaiknya daya beli masyarkat petani di perdesaan. Ini terlihat dari indeks Nilai Tukar Petani (NTP) dan Indek Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP).
Berdasarkan data yang dirilis BPS, secara nasional pada Mei 2018 indek NTP sebesar 101,99 atau meningkat 0,37% jika dibanding April yang hanya 101,61. NTP Mei 2018 ini pun lebih besar dibanding Mei 2017 yang hanya 100,15. Begitu juga indek NTUP meningkat 0,32% dari 111,03 pada April 2018 menjadi 111,38 pada Mei 2018.
"Kenaikan NTP dan NTUP ini menunjukkan membaiknya daya beli petani yang secara otomatis menunjukkan kesejahteraan petani membaik. Meningkatkanya daya beli petani juga terjadi jika dibandingkan pada tahun sebelumnya (Mei 2017)," tandas Ketut. (ega/dna)