Walaupun begitu, ia menilai itu sebagai hal yang wajar. Sebab porsi konsumsi tidak terlalu besar secara year to date sebesar 20% hingga 21%.
"Konsumsi memang agak tinggi pertumbuhannya walaupun porsinya tidak besar. Impor kita secara keseluruhan memang pertumbuhan tinggi dari Januari 20% hingga 21% year to date, ekspornya hanya 8%," jelasnya di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Senin (25/6/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut, ia mengatakan pemerintah saat ini sedang berupaya untuk menyelesaikan defisit neraca perdagangan melalui impor maupun ekspor.
"Oleh karena itu juga di Istana dialog dengan presiden, fokus kita mendorong supaya neraca perdagangan cepat selesai, ya itu nggak bisa dipilih-pilih nggak bisa satu-satunya impor atau ekspor tapi harus keduanya," sambungnya.
"Iya (dengan peningkatan ekspor) tapi impor (konsumsi) mungkin ada yang bisa lebih di rasionalisir walaupun bahan baku dan bahan penolong mestinya tidak diganggu-ganggu karena itu akan memengaruhi pertumbuhan," jelasnya.
Baca juga: Lagi-lagi Laptop China Dominasi Impor RI |
Sementara itu, ia memaparkan, penyelesaian tersebut akan dilakukan sesegera mungkin. Pasalnya, hal tersebut berkaitan dengan situasi keuangan global.
"Kita tidak mau berlama-lama, segera selesai, kalau tidak dalam situasi ancam-mengancam perang dagang kita kana terpengaruh. Di mana keuangan global pasti terpengaruh kita akan tertekan lebih banyak sudah terpengaruh oleh Amerika Serikat menaikkan tingkat bunga kemudian ada lagi persoalan neraca perdagangan yang defisit," tutupnya. (dna/dna)