Dirjen Perkebunanan, Bambang mengatakan proyek percontohan pengembangan kakao berbasis korporasi dilakukan di Kabupaten Kolaka Timur. Menurutnya, yang terpenting lagi, harus terbangun sinergi antara petani, pemerintah daerah, pusat, universitas, serta lembaga riset guna bersama-sama mendorong peningkatan produksi Kakao di wilayah tersebut.
"Kelembagaan petani harus kuat dan terus berinovasi untuk meningkatkan keterampilan petani. Kelembagaan ini adalah kunci pembangunan pertanian yang berkelanjutan berbasis korporasi. Petani tidak hanya memproduksi, tapi juga mampu menciptakan produk akhir serta hingga memasarkan sendiri," kata Bambang di Kolaka Timur, dalam keterangan tertulis, Rabu (1/8/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Namun LEM-LEM ini harus bergabung untuk dapat meningkatkan skala ekonomis dan daya saing produk. Membentuk korporasi dan menjalin kemitraan dengan off taker," ungkapnya.
"Permasalahan utama yang dijumpai adalah rendahnya produktivitas kakao saat ini akibat tanaman yang sudah berumur di atas 15 tahun dan kondisi tanah yang rusak akibat pengikisan permukaan dan penggunaan pupuk anorganik berlebihan," sambungnya.
Untuk itu, dikatakan Bambang, Kementan bersama Pemerintah Kabupaten Kolaka Timur mendukung untuk segera dilakukan peremajaan tanaman tua dan penggunaan pupuk organik melalui alokasi anggaran APBN dan APBD. Tahun ini Kementan melalui Ditjen Perkebunan mengalokasikan lebih dari Rp 12 miliar untuk peremajaan pohon kakao untuk Kolaka Timur.
"Tahap awal akan dilakukan peremajaan tanaman seluas 550 hektar di 5 LEM di Kecamatan Aere dan Lambodia yang dianggap paling siap saat ini terutama dari penyediaan benih kakao. Tahun berikutnya akan terus diperluas sehingga dalam 5 tahun ke depan diharapkan produktivitas kakao di Kolaka Timur meningkat dari 500 hingga 700 ton per hektar menjadi 1.500 hingga 3.000 ton per hektar, dan penerapan inovasi teknologi untuk peningkatan nilai tambah produk kakao," tandasnya.











































