Demi Rupiah, Pemerintah Naikan Pajak 1.147 Barang Impor

Demi Rupiah, Pemerintah Naikan Pajak 1.147 Barang Impor

Danang Sugianto - detikFinance
Kamis, 06 Sep 2018 10:19 WIB
Demi Rupiah, Pemerintah Naikan Pajak 1.147 Barang Impor
Foto: Istimewa/Kementerian Keuangan
Jakarta - Pemerintah akhirnya mengambil tindakan untuk menyelamatkan rupiah dari tekanan dolar AS. Caranya dengan menaikkan pajak penghasilan (PPH) pasal 22 terkait impor terhadap 1.147 komoditas.

Langkah itu diambil untuk menyeimbangkan neraca pembayaran Indonesia. Sebab pemerintah yakin salah yang membuat dana investor asing keluar adalah defisit transaksi berjalan yang semakin melebar.

Dengan ditambahkannya pajak impor tersebut, diharapkan impor pada pos non-migas akan menurun. Sehingga defisit transaksi berjalan mengecil, dan industri tanah air memiliki kesempatan untuk bersaing dengan produk impor.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang kenaikan pajak penghasilan (PPh) pasal 22 terkait impor. Upaya ini dalam rangka mendongkrak defisit neraca pembayaran yang menjadi salah satu penyebab anjloknya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

Sri Mulyani mengumumkan dan didampingi oleh Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto dan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita.

"PMK-nya sudah ditandatangani pagi tadi dan akan dikeluarkan segera," ujar Sri Mulyani di Gedung Kementerian Keuangan.

Dalam kebijakan itu ada 1.147 pos tarif yang terkena penyesuaian tarif impornya. Penyesuaian tarif impor terhadap barang-barang impor itu terbagi menjadi 3 bagian.

Untuk 210 item komoditas, tarif PPh 22 naik dari 7,5% menjadi 10%. Termasuk dalam kategori ini adalah barang mewah seperti mobil CBU (Completely Build Up) dan motor besar.

Selain itu ada 218 item komoditas yang tarif PPh 22 naik dari 2,5% menjadi 10%. Termasuk dalam kategori ini adalah seluruh barang konsumsi yang sebagian besar telah dapat diproduksi di dalam negeri seperti barang elektronik seperti dispenser air, pendingin mangan, lampu, keperluan sehari-hari seperti sabun, sampo, kosmetik, serta peralatan masak.

Kemudian ada 719 item komoditas, yang tarif PPh 22 naik dari 2,5% menjadi 7,5%. Termasuk dalam kategori ini seluruh barang yang digunakan dalam proses konsumsi dan keperluan lainnya. Contohnya bahan bangunan, ban, peralatan elektronik audio-visual (kabel, box speaker), produk tekstil (overcoat, polo shirt, swim wear).

"Sementara ada 57 pos tarif yang tetap 2,5%. Post tarif ini merupakan impor bahan baku yang kami nilai penting untuk menjaga momentum ekonomi," tambahnya.

Sedangkan untuk barang-barang yang PPh impornya naik itu, ditegaskan merupakan barang konsumsi yang bersifat barang akhir. Sehingga jika dikenakan penyesuaian tarif akan mampu membantu menyeimbangkan neraca perdagangan Indonesia tanpa mengganggu roda perekonomian.

Pemerintah telah mengumumkan akan menaikan pajak penghasilan (PPH) pasal 22 atau pajak impor terhadap 1.147 produk. Lalu kapan kebijakan ini resmi diterapkan?

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, keputusan ini akan tertuang dalam bentuk peraturan menteri keuangan (PMK). Aturan ini dibuat setelah melakukan tinjauan atas aturan sebelumnya yang mengatur barang-barang impor yakni PMK 132/PMK.010/2015, PMK 6/PMK.010/2017 dan PMK 34/PMK.010/2017.

"PMK udah ditandatangi dan berharap pemerintah satu sisi ingin cepat dan sigap dan kita juga selektif," tuturnya.

PMK itu saat ini masih menunggu penomoran dari Kemenkumham. Meski begitu Sri Mulyani mengatakan, bahwa aturan PPH impor baru ini akan berlaku 7 hari setelah ditandatangani atau dengan kata lain minggu depan.

"Kita sedang undangkan. Nanti kalau keluar berlakunya 7 hari setelah tandatangani," ujarnya.

Sementara untuk masa berlaku PMK ini akan berlaku seterusnya hingga ada putusan pencabutan. Meski begitu, kebijakan ini akan bersifat fleksibel.

"Kami akan lakukan monitoring akan ada join meeting lagi untuk membentuk task force. Kami akan terus melakukan fine tuning. Kalau makin baik ya kita adjust kalau turbulance kami akan lihat efektifitasnya," terangnya.

Dari 1.147 barang yang disesuaikan pajak impornya dibagi menjadi 3 bagian. Untuk 210 item komoditas, tarif PPh 22 naik dari 7,5% menjadi 10%. Termasuk dalam kategori ini adalah barang mewah seperti mobil CBU (Completely Build Up) dan motor besar.

Untuk kategori ini juga terkena tambahan pajak penjualan barang mewah (PPNBM). Sebab dari mobil CBU termasuk di dalamnya mobil-mobil mewah.

"Untuk barang mewah ini sebenarnya enggak penting untuk republik ini," kata Sri Mulyani.

Mobil mewah memang masuk dalam instrumen tambahan kebijakan pengendalian impor barang konsumsi PPNBM yang berkisar sebesar 10%-125%. Selain itu juga terdapat bea masuk 50% dan PPN sebesar 10%.

"Jadi mobil mewah masuk ini bayar pajak 195% dari harganya," tambahnya.

Selain itu ada 218 item komoditas yang tarif PPh 22 naik dari 2,5% menjadi 10%. Termasuk dalam kategori ini adalah seluruh barang konsumsi yang sebagian besar telah dapat diproduksi di dalam negeri seperti barang elektronik seperti dispenser air, pendingin mangan, lampu, keperluan sehari hari seperti sabun, sampo, kosmetik, serta peralatan masak.

"Masak kita shampo impor. Lalu saya rasa untuk kosmetik, dari gincu sampai bedak bisa diproduksi di sini," tambahnya.

Kemudian ada 719 item komoditas, yang tarif PPh 22 naik dari 2,5% menjadi 7,5%. Termasuk dalam kategori ini seluruh barang yang digunakan dalam proses konsumsi dan keperluan lainnya. Contohnya bahan bangunan, ban, peralatan elektronik audio-visual (kabel, box speaker), produk tekstil (overcoat, polo shirt, swim wear).

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menerangkan, alasan pemerintah mengambil keputusan itu demi menyelamatkan neraca pembayaran Indonesia yang defisitnya semakin melebar.

"Dengan masih adanya gonjang-ganjing di luar, maka pemerintah harus menangani defisit transaski berjalan," ujarnya.

Sri Mulyani menerangkan, pada 2016 dan 2017 defisit transaksi berjalan terhadap PDB masih terkendali hanya sebesar 1,82% dan 1,71%. Hal itu lantaran kondisi global yang masih kondusif. Defisit transaksi berjalan masih bisa ditutupi dengan surplusnya transaksi modal dan finansial.

Namun kondisi tahun ini berubah seiring dengan terjadinya gejolak perekonomian global. Pada kuartal I tahun ini saja defisit transaksi berjalan sebesar 2,21% dan kuartal II naik jadi 3,04%.

Penyebabnya, menurunnya surplus pada transaksi modal dan finansial, lantaran anjloknya investasi modal asing di pasar modal dan pasar keuangan. Sementara juga masih terjadi defisit pada transaksi berjalan.

"Untuk semester I tahun ini defisit transaksi berjalan sudah mencapai US$ 13,7 miliar dan hingga akhir tahun diperkirakan mencapai US$ 25 miliar," tambahnya.

Untuk menyiasati hal itu pemerintah meyakini kebijakan menaikan PPH pasal 22 merupakan keputusan yang paling tepat dan memiliki dampak yang cepat. Sri Mulyani memperkirakan impor diakhir tahun akan turun sebanyak 2%.

"Untuk studinya kenaikan 2-4% tarif bea masuk itu impor akan turun 1%. Kalua ini kurang lebih zama dengan bea masuk, maka kita harapkan akan ada penurunan impor sekitar 2%. Karena ada kenaikan 5%-7%," terangnya.

Hide Ads