Budi Karya: Aturan Taksi Online di Singapura Lebih Ketat Dibanding RI

Budi Karya: Aturan Taksi Online di Singapura Lebih Ketat Dibanding RI

Selfie Miftahul Jannah - detikFinance
Senin, 08 Okt 2018 12:16 WIB
Foto: Gradyos Zafna
Jakarta - Pemerintah saat ini tengah mengkaji soal peraturan taksi online yang baru agar tak dimentahkan lagi oleh Mahkamah Agung. Kajian mengenai peraturan yang diserahkan belakangan mendapat respon negatif dari berbagai pihak, termasuk dari para pengendara taksi online.

Kementerian Perhubungan berupaya agar peraturan ini bisa mewadahi kebutuhan semua pihak, studi banding pun dilakukan ke beberapa negara lain. Hal tersebut dijelaskan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi yang sudah menugaskan tim dari Kementerian Perhubungan untuk melihat implementasi taksi online di beberapa negara tetangga, yaitu Singapura dan Korea Selatan.

"Pada dasarnya di Singapura itu segala persyaratannya lebih ketat ya. Dia harus tunduk pada peraturan dalam pemerintahannya. Dia harus punya lisensi, harus di KIR jumlahnya tertentu. Umut kendaraan ditertibkan, kalau Singapura itu luar biasa ketat. Sehingga membuat konsumen itu diuntungkan," jelas dia kepada detikFinance, Rabu (3/10/2018).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Aturan dan sistem taksi online di Korea Selatan, lanjut Budi Karya juga tak kalah ketat.


Budi Karya menjelaskan, aturan dan sistem taksi online di Korea Selatan hampir sama seperti di Singapura. Di Korea Selatan ada satu perusahaan startup yang mengelola taksi online yang diambil alih oleh pemerintah. Sehingga ada persaingan yang sehat antara swasta dan pemerintah di Korea Selatan.

"Jadi kalau di Korea itu ada satu aplikator yang cukup legitimate akhirnya diakuisisi oleh pemerintah. Nah jadi saya pikir bagus untuk persaingan antara Grab nah di sini kan di dalam negeri Gojek dan Grab sudah bersaing," jelas dia.

Budi Karya menjelaskan, pihaknya harus segera mengatur mengenai kuota dari kebutuhan dan suplai. Jangan sampai kebutuhan dari konsumen lebih sedikit dibandingkan penyedia layanan.

"Lakukanlah kegiatan sesuai daya dukungnya gitu. Jangan daya dukungnya 10 dia jual 15, daya dukungnya 15 dia jual 30. Itu membuat jarak antara mereka mereka yang mencari penghidupan itu nggak cukup," kata dia.

Ia menjelaskan, setelah melihat kondisi di beberapa negara seperti Singapura, Korea Selatan, pihaknya menyimpulkan harus segera memberikan peraturan untuk memayungi dan mengatur taksi online.



"Kalau Korea itu lebih dulu ya dan dia memberanikan diri untuk meng-hire satu sisi itu yang di-endorse oleh pemerintah. Sehingga ada Grab dan transportasi punya pemerintah itu ada satu kompetisi. Sebenarnya di sini nggak perlu kompetisi karena ini kan mereka dua kan," kata dia

Kemudian ia melanjutkan, di Singapura para operator begitu taat pada peraturan yang dibuat pemerintah. Termasuk untuk standar keamanan dan kualitas kendaraan yang tinggi.

"Korea hampir sama seperti Singapura, pada dasarnya mereka sebagai taksi online harus mengikuti aturan bisnis, tapi yang namanya safety di sana juga suatu keharusan," ujar dia.

Budi Karya lebih lanjut menjelaskan mengenai kualitas dari kendaraan yang diatur di Negara Korea Selatan dan Singapura. Meski taksi online di beberapa negara tersebut menggunakan mobil pribadi namun uji kir. Namun, ketika peraturan mengenai uji kir diajukan ke Mahkamah Agung (MA) ada beberapa pihak yang kurang setuju.

"Nah ini kan, mau berusaha tapi mengklaim mobilnya punya sendiri, Ini nggak boleh. Sekarang yang bicara adalah satu hukum pasar, silahkan dia nggak pernah KIR, silahkan dia nggak perah cuci mobil, nanti masyarakat yang menilai bahwa mereka itu nggak layak," tuturnya.




Tonton juga 'MA Cabut Aturan Taksi Online, Driver Gunduli Kepala':

[Gambas:Video 20detik]

(zlf/zlf)

Hide Ads