"Meskipun tidak sekaya Indonesia, Belanda bisa memperkaya koleksi dari setiap sumberdaya hayati yang dimiliki dengan melakukan pertukaran ataupun dengan berbagai cara. Berkaca terhadap keberhasilan Belanda, kami menyambut dengan baik inisiasi yang telah dilakukan dengan melaksanakan pendaftaran varietas lokal, sebagai cikal bakal untuk penyusunan database lengkap dari sumberdaya hayati kita," kata Staf Ahli Menteri Pertanian Bidang Perdagangan dan Hubungan Internasional Mat Syukur dalam keterangan tertulis, Kamis (25/10/2018).
Dalam "Seminar dan Focus Group Discussion (FGD) Pengembangan dan Pemanfaatan Varietas Lokal Indonesia" di Kantornya, Syukur menjelaskan Belanda merupakan negara eskportir terbesar kedua di dunia di bidang pertanian.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk tahun 2017 saja total nilai ekspor negara ini mencapai US$ 113,5 miliar atau 92 miliar Euro, dengan andalan ekspor antara lain bunga, umbi, daging dan susu.
Sementara Indonesia, kata Syukur, merupakan negara dengan kekayaan sumber daya hayati yang berlimpah atau megabiodiversity. Kekayaan sumber daya genetik (SDG) seharusnya diikuti dengan sistem pendaftaran, pelestarian, pemanfaatan, perlindungan biofisik (konservasi) dan perlindungan hukum SDG yang kuat.
"SDG yang kita miliki bisa menjadi potensi ekonomi baru yang dapat memberikan manfaat sebagai pendapatan masyarakat dengan nilai yang tidak sedikit bila dikelola dengan baik antara pemerintah, lembaga penelitian, dan masyarakat," tutur Syukur.
Menurutnya, sudah banyak daerah di Indonesia yang menjadikan varietas lokal sebagai indikasi geografis, serta menjadi ikon daya tarik dalam pengembangan pariwisata dan kegiatan ekonomi daerah seperti Kopi Gayo, Beras Cianjur dan lainnya.
"Di antaranya Kopi Gayo, Beras Cianjur, Beras Solok. Varietas-varietas lokal tersebut sudah menjadi sumber pengembangan ekonomi," ungkapnya.
"Kami sangat yakin akan terwujudnya Indonesia sebagai Lumbung Pangan Dunia pada tahun 2045 nanti, bila semua potensi yang kita miliki dapat kita berdayakan secara optimum," imbuhnya.
Sementara Pakar Lingkungan Hidup Prof. Emil Salim menyampaikan bahwa Indonesia memiliki varietas lokal atau plasma nutfah yang beragam dibandingkan negara lain.
"Kebinekaan plasma nutfah itu kunci Indonesia. Tidak ada negara lain dengan keanekaragaman seluas, sedalam, sebanyak Indonesia," ujar pria yang sempat menjabat sebagai Menteri Lingkungan Hidup di era pemerintahan Soeharto.
Emil mengungkapkan peran Kementan melalui Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian sangat vital dalam melakukan pendataan jenis varietas lokal yang dimiliki Indonesia. Menurutnya hal ini bersifat krusial agar potensi seluruh varietas dapat dikembangkan guna meningkatkan ekonomi masyarakat.
"Kementerian Pertanian adalah benteng dari keanekaragaman hayati. Sumber daya alam dan keanekaragaman hayati yang ada di Berbagai wilayah Indonesia bisa kita manfaatkan, kembangkan, untuk kemaslahatan, kesejahteraan masyarakat kita," jelas Emil. (mul/ega)