Buka Rakor Agraria, Darmin: 10 Tahun Tak Cukup Selesaikan Ini

Buka Rakor Agraria, Darmin: 10 Tahun Tak Cukup Selesaikan Ini

Fadhly Fauzi Rachman - detikFinance
Rabu, 31 Okt 2018 11:12 WIB
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution/Foto: Ari Saputra
Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution pagi ini membuka rapat Koordinasi Nasional Gugus Tugas Reforma Agraria di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Rabu (31/10/2018).

Dalam kesempatan itu, Darmin mengatakan reforma agraria merupakan pekerjaan besar bagi pemerintah. Dia menjelaskan, reforma agraria sendiri terbagi dalam kelompok besar, yang pertama ialah legalisasi aset. Darmin mengatakan, pemerintah menargetkan bisa melegalisasi aset hingga 9 juta bidang lahan di 2019.

"Kenapa itu penting? Karena tanpa legalisasi aset, kepastian hukum itu rendah sekali. Banyak yang menyalah artikan, mengkritik, bahwa reforma agraria kok sertifikasi tanah, lah (memang) termasuk, tapi tidak hanya itu. Itu adalah satu langkah," kata Darmin membuka rakor.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kenapa penting dipercepat legalisasi aset, terutama tanah, karena republik ini 72 tahun, masih sebagian besar tanah rakyat belum disertifikasi. Kalau dia sudah disertifikasi, selain ada kepastian hukum juga dia bisa mendapatkan modal dengan memiliki itu, itu yang pertama," sambungnya.


Kemudian yang kedua ialah redistribusi aset atau redistribusi tanah. Redistribusi tanah ini termasuk di dalamnya program transmigrasi, lalu mendistribusikan lahan terlantar, serta memberi aturan bagi perusahaan besar yang hendak membuka lahan perkebunan.

"Aturan bahwa kalau perusahaan besar buka perkebunan, izin dari pemerintah juga. Itu aturan mainnya 20% harus diberikan kepada masyarakat sekitar untuk berusaha," ujarnya.

Kelompok lainnya dalam cakupan reforma agraria ialah perhutanan sosial. Darmin menjelaskan, perhutanan sosial memberikan hak kepada masyarakat untuk bisa mengelola kawasan hutan, bukan memberikan kepemilikan. Kawasan hutan yang dimiliki pemerintah atau tanah negara itu akan diberikan hak kelolanya kepada masyarakat dengan jangka waktu 35 tahun lamanya.

Selanjutnya, kelompok terakhir dalam cakupan reforma agraria adalah peremajaan perkebunan. Untuk yang satu ini, kata Darmin, pemerintah mendorong masyarakat untuk bisa mendirikan suatu kluster dalam menjalankan usaha perkebunan agar bisa dibantu oleh pemerintah.

"Jadi kluster, diusahakan tanamannya itu tanaman utamanya sama. Kalau cabai ya cabai. Kalau jagung ya jagung, dan seterusnya. Mimpinya melalui menteri desa, saya sudah sampaikan beberapa kali kepada Pak Eko, Menteri Desa kan berurusan dengan desa. Semua sawah, kebun, kan ada di sana. Kita ingin dilakukan secara bertahap," jelasnya.


Untuk menjalankan itu semua, kata Darmin, tak bisa dengan mudah dilakukan. Jangka waktu 10 tahun pun menurutnya tak cukup untuk bisa menyelesaikan itu semua. Bahkan, kata Darmin, untuk urusan reforma agraria Indonesia cukup tertinggal dengan banyak negara lain.

"Jadi ini pekerjaan besar, nggak selesai ini 10 tahun pun. Tapi kita harus mulai, sebenarnya ini harus dimulai 60 tahun yang lalu. Semua negara sudah dilakukan itu, cek satu per satu. India sudah, Korea sudah, Taiwan sudah, Malaysia sudah, Filipina sudah, kita belum," jelasnya.

Oleh karenanya, lanjut Darmin, setiap kementerian dan lembaga harus berkoordinasi untuk bisa menjalankan program ini dengan baik. Setiap instansi harus menjalankan perannya sesuai dengan tugas yang diberikan dalam program reforma agraria ini.

"Jadi mampukah kita berkoordinasi dengan tema besar ini. Kita akan bicara redistribusi tanah terlantar, transmigrasi, dan yang habis haknya. Sedangkan yang lain kita akan undang bapak dan ibu, tapi setelah itu langkah ini harus menyatu. (Misalnya) apa yang dilakukan Menteri LHK dan apa yang dilakukan Menteri Agraria. Karena dia menyangkut tema besar yang sama," tuturnya.




Tonton juga 'Pemprov DKI Gelontorkan Rp 120 M Dorong Sertifikasi Tanah':

[Gambas:Video 20detik]

(fdl/ara)

Hide Ads