Kalaupun ada, harganya masih tinggi meski dalam kondisi basah. Seperti yang diungkapkan Sukarman selaku Ketua Peternak Ayam Rakyat Blitar.
"Kemarin dapat dari Tuban cuma sedikit karena sudah jadi rebutan peternak di sawah. Harganya Rp 4.650 per kg. Padahal itu masih basah lho," kata Sukarman kepada detikFinance, Senin (5/11/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sukarman mengatakan masih harus mengeluarkan biaya lagi untuk proses pengeringan. Jika dikalkulasi, total biaya yang dia keluarkan untuk membeli jagung hingga bisa menjadi pakan ternak sekitar Rp 5.300 per kg.
Sukarman bersama anggota koperasinya juga telah menyiapkan tempat untuk mengoperasikan mesin dryer bantuan Kementerian Pertanian, walaupun mesin itu sampai hari ini belum diterima. Sukarman sudah menyiapkan segala sesuatunya agar mesin itu bisa segera dioperasikan.
"Makanya kami minta dengan sangat pemerintah menyegerakan impor jagung itu karena rencana impor 100.000 ton itu, jatah untuk Jatim (Jawa Timur) saja 50.000 ton. Kami khawatir pas impor jagung datang ternyata di sini musim panen raya jagung," tutur Sukarman.
Jika jagung impor datang bertepatan dengan musim panen raya, Sukarman khawatir harga jagung lokal jauh lebih murah dari harga impor, sehingga jatah 50.000 ton khusus untuk peternak Jatim tidak akan diambil oleh peternak.
"Jangan salahkan kami peternak kalau ndak ambil jagung impor itu, apalagi kalau harganya di kisaran Rp 4.000 per kg. Itu informasinya posisi masih di Bulog lho ya. Ditambah ongkos transport ya masih mahal juga. Mending kami ambil jagung lokal kalau harganya sama dan dryer bantuan sudah datang," tutur Sukarman.
Sementara, informasi dari Plh Dinas Pertanian dan Pangan Pemkab Blitar, Wawan Widianto, musim panen raya jagung diprediksi pada pertengahan Februari mendatang.
"Kalau di sini kan belum ada hujan. Jika prediksi hujan mulai pertengahan November berarti panen raya jagung ya sekitar pertengahan Februari tahun depan," jelas Wawan melalui sambungan telepon.
Kabupaten Blitar, lanjut dia, sebenarnya merupakan wilayah yang potensial untuk tanaman jagung. Namun dengan kapasitas produksi 320.000 ton per tahun, ternyata 80 persennya merupakan kemitraan dengan perusahaan pembenihan jagung.
"Sesuai permentan, kami juga tidak bisa intervensi ke petani untuk menanam jagung buat pakan. Karena petani bebas memilih komoditas apa yang menguntungkan untuk ditanam," ungkapnya.
Ke depan, Wawan menyatakan akan merancang kerjasama dengan Perhutani untuk memaksimalkan lahan perhutani yang tidak produktif guna ditanami jagung.
"Semua butuh proses. Termasuk tim TPID juga sudah menjajaki kerja sama dengan Pemkab Sulawesi Barat untuk barter jagung. Namun belum bisa terealisasi sampai sekarang," pungkasnya. (hns/hns)