-
Hampir satu bulan tragedi jatuhnya pesawat Lion Air JT610 di laut Karawang, Jawa Barat. Penyebab pasti jatuhnya pesawat pabrikan Boeing ini masih diselidiki.
Berbagai indikasi muncul, dari mulai kerusakan mesin sampai kelalaian mekanik memeriksa kondisi pesawat sebelum terbang. Sebagai langkah hukuman Kementerian Perhubungan langsung membebastugaskan sementara direktur teknik Lion Air beserta divisi teknik yang menangani Pesawat dengan nomor bada PK-LQP itu.
Mengenai pengenaan sanksi, berdasarkan Pasal 103 Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 25/2008 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 38/2017.
Kementerian Perhubungan berwenang untuk membekukan izin terbang maskapai yang sudah mengalami dua kali kecelakaan dalam setahun.
Berkaca dari kasus kecelakaan pesawat Adam Air pada 1 Januari 2007. Tragedi jatuhnya pesawat Boeing 737-400 bernomor registrasi PK-KKW milik Adam Air ini sudah 11 tahun berlalu. Pesawat yang lepas landas dari Bandara Juanda, Surabaya tidak pernah sampai ke Bandara Sam Ratulangi, Manado.
Pesawat Adam Air mengalami kecelakaan diduga cuaca buruk. Pesawat produksi Boeing ini tenggelam di palung laut di Majene dengan kedalaman sekitar 2.000 meter.
Karena mengakibatkan 96 penumpang meninggal, tidak lama setelah penemuan black box di tahun yang sama Adam Air akhirnya dinyatakan tutup. Kejadian serupa dengan korban lebih banyak terjadi pada 29 Oktober 2018 kembali terjadi.
Kecelakaan jatuhnya pesawat JT 610 PK-LQP, Boeing 737 MAX 8 rute Jakarta-Pangkalpinang, mengalami lost kontak dan ditemukan Jatuh di Tanjung Karawang. Dalam kejadian ini jumlah korban penumpang dan kru pesawat Lion Air yang meninggal ada sebanyak 189 orang.
Meski mengalami kecelakaan yang sama bahkan dengan korban yang lebih banyak, mengapa Lion Air tidak dihukum hal serupa dengan Adam Air?
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menjelaskan, Lion Air memfasilitasi 50% kebutuhan penerbangan di dalam negeri.
"Mungkin lain ya, kalau Adam Air itu adalah salah satu airline yang kecil. Kemudian ada satu rentetan kegiatan (kecelakaan) yang memang dahsyat sekali. Lion ini sebenarnya, satu penerbangan yang mencover kira-kira 50% coverage daripada penerbangan nasional dan dia juga punya Batik Air," jelas dia kepada detikFinance dalam wawancara khusus di Rumah Dinasnya Jalan Widya Chandra IV Nomor 19, Jakarta Selatan, Minggu (18/11/2018).
Budi Karya menjelaskan, Lion Air memiliki kelebihan dibandingkan Adam Air dan juga maskapai-maskapai lain. Terutama memiliki fasilitas untuk memenuhi kebutuhan penerbangan ke banyak tujuan di dalam negeri.
"Jadi memiliki reputasi sebenarnya, dalam hal melayani dan dalam hal coverage ya dan oleh karena itu kami memang menganut rezim tidak pada Lion saja, kita bukan rezim yang senang memberikan peringatan-peringatan luar yang membuat orang makin gerah," kata dia.
Terkenal tukang delay, Lion Air kerap kali diperingatkan untuk terus meningkatkan ketepatan waktu. Hal tersebut dikatakan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.
Lantas apakah Lion Air sudah melakukan perbaikan?
"Kalau dibilang tidak ada perubahan signifikan sebenarnya terjadi. Jadi ingat waktu saya masih ada (masih bekerja) di Angkasa Pura II itu terjadi, (Lion Air) nggak dibayar refund-nya kita selesaikan. Nah sejak saat itu kita lakukan pembinaan jadi ukurannya gampang, ontime perform. Jadi ontime perfomer-nya naik, dia memang bukan nomor satu tapi dia bukan ranking bawah," jelas Budi kepada detikFinance dalam wawancara khusus di Rumah Dinasnya Jalan Widya Chandra IV Nomor 19, Jakarta Selatan, Minggu (18/11/2018).
Ia menjelaskan, peningkatan untuk perbaikan ketepatan waktu Lion Air memiliki perkembangan yang baik. Karena perkembangan tersebut belum secara keseluruhan, karena Lion menangani 52% aktivitas penerbangan nasional.
"Itu dari populasi yang banyak banget, dari 52%. Jadi memang tampaknya Lion Air lebih ter-expose dibandingkan yang lain. Padahal yang lain (di bawah Lion) juga ada," ujar dia.
Budi Karya menjelaskan, di awal tahun 2018 Indonesia mendapatkan penghargaan untuk tingkat keselamatan penerbangan dari Civil Aviation Organization (ICAO) dan beberapa penghargaan lainnya.
"Sebenarnya, penerbangan nasional ini sedang kita bina untuk kita tingkatkan. Untuk ditingkatkan safety, pelayanan dan sebagainya. Ada bukti ada endorsement pada awal tahun ini ada tiga yang satu hasil evaluasi tentang safety baik itu (salah satunya) dari ICAO. Lion dengan 52% coverage bagian yang di nilai dan kenaikannya itu signifikan," jelas dia.
Penerbangan Low Cost Carrier (LCC) atau perjalanan murah belakangan santer terdengar menjadi salah satu pemicu tingkat keselamatan transportasi udara menjadi kendor.
Bicara mengenai hal tersebut, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, penerbangan murah bukan jadi masalah yang menyebabkan maraknya kecelakaan pesawat di dalam negeri.
"Sebenarnya kalau dibilang pasca penerbangan murah itu nggak, kita itu dari 2016 sampai sekarang itu tidak. Apa lagi jika dibandingkan dengan negara-negara lain tidak ada kecelakaan yang serius ya," jelas dia kepada detikFinance dalam wawancara khusus di Rumah Dinasnya Jalan Widya Chandra IV Nomor 19, Jakarta Selatan, Minggu (18/11/2018).
Ia menjelaskan, kondisi saat ini sudah jauh lebih baik dibandingkan tingkat keselamatan penerbangan zaman dahulu. Terutama di kawasan Papua, tingkat keselamatan penerbangan di tanah Papua belakangan ini jauh lebih aman dibandingkan dahulu.
"Apalagi kalau kita bicara di Papua, dulu itu di sana kecelakaan seperti minum kopi setiap minggu ada kecelakaan, sekarang kan udah nggak ada," kata dia.
Ia menjelaskan, pihaknya sejak beberapa tahun terakhir sudah melakukan perbaikan yang signifikan terkait peningkatan keselamatan.
"Sebenarnya satu setengah tahun kemarin kita berhasil melakukan suatu perbaikan yang signifikan. Nah ini memang menjadi suatu pelajaran yang harus kita kaji lagi bagaimana kita menghadapi masalah ini," jelas dia.
Tragedi jatuhnya Pesawat Lion Air JT610 PK-LQP di perairan laut kawasan Karawang, Jawa Barat membuat banyak kalangan takut menggunakan Lion Air. Namun, perasaan takut terbang dengan maskapai yang terkenal kerap kali delay ini tidak dirasakan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.
"Saya memang sering pakai Garuda Indonesia, tapi hampir kebagian sekali-sekali macam kemarin kebagiannya Batik. Kemudian waktu saya ke Surabaya itu kebagiannya Citilink, Lion itu sering saya pakai. Saya sering pakai beberapa kali pakai. Waktu itu saya ke Bali mondar-mandir kira kira tiga minggu lalu saya pakai Lion," jelas dia kepada detikcom dalam wawancara khusus di Rumah Dinasnya Jalan Widya Chandra IV Nomor 19, Jakarta Selatan, Minggu (18/11/2018).
Ia menjelaskan, Lion memiliki jadwal penerbangan paling pagi ke beberapa tujuan penerbangan terlengkap dibandingkan maskapai-maskapai lain.
"Memang kalau harus pakai Lion ya pakai Lion. Menyesuaikan waktu saya kan karena saya selalu berangkat pagi," kata dia.