DPR: Anggaran Turun Tapi Kementan Mampu Genjot Produksi & Ekspor

DPR: Anggaran Turun Tapi Kementan Mampu Genjot Produksi & Ekspor

Tia Reisha - detikFinance
Senin, 10 Des 2018 15:19 WIB
Foto: kementan
Jakarta - Seiring dengan kebijakan penghematan APBN, anggaran Kementerian Pertanian (Kementan) pada 2015 mencapai Rp 34 triliun dan dipangkas Rp 12 triliun sejak 2016 sampai 2018 ini. Namun di balik itu pujian datang dari Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Roem Kono.

Anggota DPR Dapil Gorontalo itu menilai kebijakan pengelolaan anggaran di Kementan selama 4 tahun belakangan ini sangat baik dan telah berpihak kepada petani.

"Anggaran Kementan ada penurunan hingga Rp 12 triliun lebih sehingga menjadi sekitar Rp 21 sampai Rp 22 triliun per tahunnya. Tapi melalui kebijakan yang tepat dan pemanfaatan anggaran yang fokus untuk petani, dengan anggaran terbatas ini mampu menggenjot produksi dan juga ekspor," kata Roem dalam keterangan tertulis, Senin (10/12/2018).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT



Ia menjelaskan kondisi ini tidak lepas dari berbagai terobosan Kementan, mulai dari pembangunan infrastruktur pertanian besar-besaran seperti jaringan irigasi, mekanisasi pertanian, dan mencabut ratusan regulasi yang menghambat pertanian.

Di antaranya menghapus tender dengan e-katalog, membangun kawasan berdasarkan keunggulan komparatif secara komprehensif dari hulu-hilir, memangkas distribusi pangan, mengendalikan impor, dan mendorong ekspor.

"Saya kira kebijakan Kementan sudah tepat dan memang semuanya diprioritaskan untuk petani. Jadi pengurangan anggaran ini sama sekali tidak mengurangi semangat dalam tata kelola sektor pertanian," jelas Roem.

Terkait hal ini, Roem mengaku tidak kaget dengan sederetan prestasi Menteri Pertanian dan jajarannya. Bahkan ada pula prestasi yang baru-baru ini diraih Menteri Amran, yakni diganjar oleh KPK sebagai kementerian dengan pengendalian gratifikasi terbaik.

"Kebijakan pertanian yang sudah bagus ini perlu tetap ditingkatkan terus-menerus, mencegah adanya penyimpangan dan monopoli di pertanian melalui pengawasan yang ketat dan dukungan dari para stakeholders," tutur Roem.



Sementara itu, Anggota Komisi IV DPR RI Ono Surono pun mengungkapkan hal yang sama. Ono menilai kebijakan Kementan menjaga pasokan produksi juga terbukti mampu menstabilkan harga pangan dan inflasi di masyarakat. Hal ini bisa dilihat dari survei BPS yang mencatat inflasi bahan pangan di tahun 2017 hanya 1,26%. Angka tersebut turun drastis hingga 9,31 poin dari tahun 2014 sebesar 10,57%.

"Kalau kita cek harga bahan pangan saat ini memang relatif stabil karena pemerintah saat ini selain menggenjot produksi, juga fokus bagaimana menjaga stabilitas harga di pasaran. Hasilnya bisa dilihat dari data Badan Pusat Statistik (BPS) tadi yang menyebutkan bahwa inflasi bisa dikendalikan," kata Ono.

Ia pun mengutip data BPS bahwa inflasi bahan makanan pada 2017 sebesar 1,26%, turun 88.9% dibandingkan 2013 sebesar 11,35%. Hal yang menggembirakan, lanjutnya, dua tahun berturut turut harga pangan stabil saat Ramadan, Idul Fitri, Idul Adha, Natal dan Tahun Baru.

Hal ini, menurutnya, tidak lepas dari kerja keras Kementan untuk memastikan pasokan pangan dari petani bisa sampai ke pasaran dengan harga terjangkau. Ini tentunya bermanfaat bagi konsumen dan petani sebab disparitas harga tidak lagi terlalu mencolok. Konsumen pun bisa menikmati harga lebih murah dan petani juga memperoleh harga jual yang lebih tinggi.

Ia lantas bersyukur di era Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) ini tingkat kesejahteraan petani semakin membaik. Hal ini terlihat dari data BPS yang menunjukkan Nilai Tukar Usaha pertanian (NTUP) pada 2017 sebesar 111,77, naik 5,39% dibandingkan 2014 sebesar 106,05. Sementara Nilai Tukar Petani (NTP) 2017 sebesar 102,25, naik 0,97% dibanding 2014 sebesar 102,03.

Ia melanjutkan bahwa data BPS juga menunjukkan sektor pertanian mampu berkontribusi dalam mengentaskan kemiskinan perdesaan. Jumlah penduduk miskin di desa pada Maret 2018 sebesar 15,81 juta jiwa, turun 10,88% dibanding pada Maret 2013 sebesar 17,74 juta jiwa.

"Inikan harga dulu dinikmati mafia dan kartel pangan. Sekarang bicara harga jual di tingkat petani dan beli masyarakat di pasar itu kini makin dekat. Tidak jauh seperti dulu. Ini bisa dibuktikan dengan NTP naik. NTP naik berarti harga yang diterima petani naik juga. Ini kan salah satu bukti juga," ujarnya.

"Tapi intinya bicara apa yang jadi program pemerintah saat ini, bagaimana kemandirian pangan bisa terwujud yang ujung dan hasilnya adalah petani lebih sejahtera dan masyarakat dapat harga yang wajar," sambungnya.

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementan Syukur Iwantoro menegaskan PDB sektor pertanian terus membaik. Pada tahun 2013, PDB sektor pertanian hanya sebesar Rp 994,8 triliun dan meningkat di 2017 menjadi Rp 1.334,7 triliun. Selama 2013-2017, akumulasi peningkatan PDB sektor pertanian mencapai Rp 906,1 triliun. Hal ini, menurutnya, tidak terlepas dari meningkatnya produksi pertanian yang dihasilkan selama ini.

"Pada tahun 2018 nilai PDB sektor pertanian diperkirakan juga akan meningkat menjadi Rp 1.463,9 triliun. Tren baik pertumbuhan sektor pertanian ini terlihat dari data Badan Pusat Statistik (BPS) pada triwulan II-2018. Pertanian menjadi sektor terbesar kedua setelah industri yang memberikan pada pertumbuhan ekonomi nasional," ujar Syukur.

BPS juga merilis Ekonomi Indonesia triwulan II-2018 terhadap triwulan tahun sebelumnya meningkat sebesar 4,21% quarter-to-quarter (q-to-q). Lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan juga mengalami pertumbuhan tertinggi, yakni sebesar 9,93%.

Syukur menjelaskan keyakinan terhadap kemampuan sektor pertanian dalam perekonomian negara tertuang dalam Nawacita yang menjadi landasan pemerintah era Jokowi-JK saat ini. Kebijakan pangan pemerintah bermuara pada tujuan utama, yaitu peningkatan kesejahteraan petani maupun masyarakat umum.

Tujuan itu, menurut Syukur, perlahan telah menunjukkan hasil dengan baiknya NTP yang menjadi tolok ukur daya beli petani. NTP Januari hingga September 2018 mencapai 102,25 atau naik 0,27% dibandingkan NTP pada periode bulan yang sama pada tahun 2014 yang sebesar 101,98%.

Kesejahteraan petani juga terlihat dari membaiknya NTUP dalam beberapa tahun terakhir. Data BPS menyebutkan tahun 2014 nilai NTUP (Pertanian Sempit tanpa Perikanan) hanya sebesar 106,05. Namun pada 2015 dan 2016 berturut-turut meningkat menjadi 107,44 dan 109,83. Nilai NTUP pada tahun 2017 juga kembali membaik menjadi 110,03.

Di samping peningkatan NTP dan NTUP, angka penduduk miskin di pedesaan yang merupakan basis pertanian juga menurun. Pada Maret 2015, penduduk miskin di perdesaan masih sekitar 14,21% atau 17,94 juta jiwa. Sementara pada bulan yang sama tahun 2016 dan 2017 turun berturut-turut menjadi 14,11% atau 17,67 juta jiwa dan 13,93% atau 17,09 juta jiwa.

"Pada Maret 2018, jumlah penduduk miskin di perdesaan kembali turun menjadi 13,47% (15,81 juta jiwa). Kemiskinan keseluruhan secara nasional bahkan ditekan menjadi satu digit menjadi 9,82%, terendah dalam sejarah," pungkasnya.

Alokasi anggaran Kementan tahun 2014 yang ditujukan untuk sarana dan prasarana petani semula 35%. Selanjutnya, 2015 ditingkatkan menjadi 64%. Kemudian di 2018, dengan APBN Rp 22,8 triliun, porsi untuk sarana dan prasarana petani ditingkatkan lagi menjadi 85%.

Kebijakan ini mengorbankan anggaran perjalanan dinas para pejabat di Kementan sebesar Rp 800 miliar. Rehabilitasi kantor tahun 2015-2018 sebesar Rp 16 triliun pun seluruhnya dialihkan untuk infrastruktur dan pemberdayaan petani.

Data Kementan juga menyebutkan 4 tahun ini kebijakan pertanian diarahkan pada prasarana dan sarana pertanian. Hasilnya, program rehabilitasi irigasi yang semula ditarget 3,58 juta hektare naik 331% dari 2013. Kebijakan peningkatan infrastruktur pengairan pertanian ini juga didukung melalui pembangunan 10.340 embung, damparit, longstorage, dan 49 bendungan baru. Ada pun 19.660 embung dan 16 bendungan baru yang masih dalam proses pembangunan.

Kemudian, ada juga mekanisasi pertanian melalui distribusi alat mesin pertanian sebesar 423.197 unit. Jumlah ini naik puluhan kali lipat dibandingkan 2013. Untuk memastikan petani dilindungi, Kementan juga membagikan asuransi usaha tani sebanyak 2,73 juta hektare padi dan 232.176 sapi.

Perizinan online juga dipermudah, cepat dan gratis. Tak hanya itu, untuk meningkatkan kinerja aparatur di pertanian, Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman melakukan reformasi mental dengan melakukan mutasi, demosi hingga pemecatan kepada aparatur negara sebanyak 1.428 pejabat.

Kementan juga telah bekerja sama dengan Satgas Pangan bentukan Mabes Polri dan sudah ada 782 kasus mafia pangan yang ditindak, bahkan 409 kasus di antaranya sudah dijadikan tersangka.

Sebagai buah dari kebijakan ini, Badan Pusat Statistik mengumumkan bahwa produksi pertanian mengalami surplus dan ekspor mengalami tren peningkatan. Indikasi ini bisa dilihat dari pertumbuhan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) pertanian pada 2017 sebesar Rp 1.344 triliun yang naik Rp 350 triliun dari tahun 2013 sebesar Rp 995 triliun. (mul/mpr)

Hide Ads