Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudistira berpendapat, ada cara lain yang bisa ditempuh pemerintah bila ingin meningkatkan arus modal asing.
"Cobalah pemerintah lihat akar masalah yang struktural. Perizinan memulai usaha kita masih rumit (ranking 134), administrasi pembayaran pajak peringkat di ease of doing business 112. Kemudian birokrasi daerah yang lambat, korupsi dan pembebasan lahan butuh waktu lama. Itu yang harus diselesaikan dulu baru investor akan masuk," kata dia dihubungi detikFinance, Senin (24/12/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Paket revisi DNI kemarin saya bilang setengah matang. Nggak ada yang spesial dan prematur," beber dia.
"Dampak dibukanya DNI kepada asing juga tidak berpengaruh pada investasi yang masuk. Hasilnya pertumbuhan realisasi investasi tidak signifikan.
Bahkan di kuartal III lalu investasi asing langsung atau FDI anjlok minus 20,2% dibanding posisi yang sama tahun 2017," tandas dia.
Kritikan serupa juga dilontarkan ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah. Menurut Piter, relaksasi daftar negatif investasi (DNI) untuk meningkatkan investasi asing rupanya menyimpan risiko tersendiri di baliknya.
Sejumlah masalah utama yang belum terselesaikan justru bisa jadi boomerang dalam peningkatan realisasi investasi.
"Kalau DNI dilonggarkan, tapi masalah utama investasi tidak diselesaikan, justru bisa timbul masalah baru," tutur dia.
Masalah baru yang mungkin timbul adalah membludaknya minat investasi yang masuk namun minim realisasi. Investor yang datang namun tak bisa merealisasikan investasinya bakal kecewa dan justru membuat reputasi Indonesia di mata investor asing menjadi kurang baik.
"Izin prinsip sudah terbit, tapi ketika ingin realisasi di lapangan, hambatannya masih banyak. Masih sangat kompleks. Dari mulai sulitnya izin membuka lahan, sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah. Masih banyak lagi izin yang menghambat," tutur dia.
Melihat kondisi itu, ada baiknya pemerintah mempertimbangkan kembali kebijakan relaksasi DNI dan melakukan evaluasi terhadap kebijakan-kebijakan lain yang sudah diterbitkan.
"Kalau bicara meningkatkan minat investasi asing, tak perlu kebijakan baru lagi, tak perlu DNI direlaksasi lagi. Tinggal kebijakan yang ada dievaluasi. Apakah sudah berjalan dengan baik? Apakah masih ada hambatan? Bagaimana implementasi kebijakan yang sudah ada? Itu menurut saya yang lebih penting," tandas dia. (dna/dna)