Tarif Bagasi, Sayap Penyelamat Lion Air cs Agar Tak Mati?

Tarif Bagasi, Sayap Penyelamat Lion Air cs Agar Tak Mati?

Achmad Dwi Afriyadi - detikFinance
Minggu, 13 Jan 2019 08:00 WIB
1.

Tarif Bagasi, Sayap Penyelamat Lion Air cs Agar Tak Mati?

Tarif Bagasi, Sayap Penyelamat Lion Air cs Agar Tak Mati?
Foto: ABC Australia
Jakarta - Calon penumpang yang membawa barang bawaan berlebih di dua maskapai yakni Lion Air dan Citilink bakal mengeluarkan kocek lebih dalam. Sebab, dua maskapai ini menerapkan tarif bagasi.

Dengan begitu, penumpang tidak hanya mengeluarkan uang untuk membeli tiket namun juga membayar tarif bagasi.

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi buka suara terkait penerapan tarif bagasi tersebut. Dia menceritakan kondisi maskapai saat ini sehingga tarif bagasi diterapkan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berikut berita selengkapnya dirangkum detikFinance:
Budi Karya Sumadi menerangkan persaingan bisnis maskapai ketat dengan keuntungan yang tidak besar. Di sisi lain, risiko yang ditanggung juga cukup besar.

"Jadi gini, itu memang usaha airlines satu usaha yang sangat tight (ketat), jadi keuntungan tidak besar tapi risiko tinggi," ujarnya di JIExpo Kemayoran Jakarta, Sabtu (12/1/2019).

Sementara, sebelumnya maskapai tidak menaikan tarif di saat harga bahan bakar masih tinggi. Alhasil, maskapai mesti menanggung beban.

"Dan sekarang ini avtur naik sekali, kalau dihitung dari sekian tahun terakhir kenaikan ini, mereka tidak menaikan, sehingga mereka dalam satu harga marjinal sekali," tambahnya.

Dia melanjutkan, pengenaan tarif bagasi tersebut sebagai upaya maskapai untuk bertahan. Dia tak ingin ada maskapai berguguran.

"Apa yang dilakukan adalah satu upaya supaya mereka bisa survive, coba dibayangkan kalau tiba-tiba ada airlines kita yang berakhir, saya tidak mendoakan itu, kan jadi repot kan. Jadi salah satu inovasinya itu dengan (bagasi) barang itu," terangnya.

Budi Karya Sumadi melanjutkan, penerbangan murah dan full service memiliki layanan berbeda. Hal tersebut membuat ceruk pasar kedua maskapai tersebut juga berbeda.

"Pasti ada beda, nggak mungkin (sama) mereka punya pasar sendiri kok," kata dia.

Budi Karya mengatakan, selama biaya yang diterima konsumen lebih rendah dari biaya pokok maka bisa disebut LCC.

Sebagai gambaran, biaya pokok untuk penumpang untuk satu jam perjalanan ada di kisaran Rp 800 ribu hingga Rp 1 juta. Dia mencontohkan, jika tiket Jakarta-Yogyakarta yang notabene membutuhkan waktu tempuh 1 jam dipatok sebesar Rp 600 ribu, maka bisa disebut LCC karena di bawah biaya pokok.

"Sebenarnya kalau ngomong LCC, kalau mereka ke Yogya Rp 600 ribu, LCC. Harga pokok average Rp 800 ribu," ujarnya.

Dengan penerapan tarif bagasi ini, Budi Karya meminta penumpang untuk mengatur barang bawaan yang akan diangkut ke pesawat.

"Kalau barang itu kan tinggal kita menertibkan diri aja, berapa yang akan kita bawa 5 kg, 10 kg," kata Budi.

Budi mengatakan, maskapai menerapkan tarif bagasi bukan tanpa alasan. Dia menjelaskan, bisnis maskapai merupakan bisnis dengan persaingan ketat namun keuntungan tidak besar serta risikonya tinggi.

Sementara, saat harga avtur tinggi, maskapai tidak melakukan penyesuaian harga sehingga menjadi beban. Penerapan tarif bagasi merupakan cara maskapai untuk bertahan.

Hide Ads