"Kebijakan maskapai mengenakan tarif bagasi itu sudah mulai kami rasakan di awal Januari. Penumpang banyak yang tidak mau bawa pempek berlebih," kata Humas Asosiasi Pengusaha Pempek di Palembang, Jimmy ketika dikonfirmasi detikFinance, Selasa (29/1/2019).
Menurut Jimmy, wisatawan yang datang ke Palembang biasanya membawa pulang oleh-oleh pempek antara 5-10 Kg, tapi saat ini mereka hanya membawa 2-3 kg saja.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain kebijakan penerapan tarif bagasi, kenaikan ongkos kargo juga disebutnya sebagai salah satu faktor pemicu penjualan turun. Para pelanggan di luar daerah terbebani oleh biaya mahal.
Dengan begitu, banyak langganan di luar daerah yang saat ini mengurangi jumlah pembelian pempek. Bahkan tak jarang mereka mengaku kaget karena biasanya pengiriman 10 Kg hanya Rp 180 ribu, kini menjadi Rp 200 ribu lebih.
"Iya banyak yang kaget, biasanya nggak sampai segitu. Sekarang harganya naik drastis. Otomatis mereka belinya pasti dikurangi. Biasa kami kirim luar daerah atau Jabodetabek 10 Kg itu Rp 180 ribu, sekarang lebih dari Rp 200 ribu," imbuh Jimmy.
Pengusaha pempek mencatat terjadi penurunan total penjualan pempek ke luar daerah gegara kenaikan tarif bagasi dan kargo itu. Biasanya pempek yang ke luar dari Palembang mencapai 12 ton/hari, kini hanya sekitar 6-8 ton/hari saja.
Untuk mengatasi masalah pengiriman yang terlalu mahal, banyak pengusaha pempek yang harus putar otak. Salah satunya dengan memanfaatkan jasa pengiriman jalur darat meskipun nanti barang akan lama sampai.
Selain pengiriman jalur darat, pengusaha juga tidak jarang menggratiskan ongkos kirim untuk di Kota Palembang. Berbagai upaya dilakukan agar geliat usaha tetap jalan dan tidak gulung tikar.
"Untuk pengiriman lewat ojek online itu biasa bayar, tapi beberapa hari ini sudah banyak kita gratiskan. Setidaknya usaha tetap jalan. Termasuk ngirim barang ya pakai ekspedisi darat lah, itu solusinya," kata Jimmy. (ras/hns)