Dradjad mengkritik lambatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia karena pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang stagnan.
"Hal ini tidak bisa dikompensasi oleh belanja pemerintah, khususnya infrastruktur. Kemudian defisit neraca perdagangan adalah yang terbesar dalam sejarah," kata Drajad.
Dia menyampaikan belanja atau pengeluaran pemerintah melalui proyek infrastruktur gagal menjadi stimulus. Selain itu pemerintah sering kali membuat faktor eksternal menjadi kambing hitam saat ekonomi tidak sesuai dengan harapan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Drajad menjelaskan angka pertumbuhan ekonomi 2018 sebelumnya ditargetkan 5,4% melalui anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Angka tersebut asli dari pemerintah dalam Nota Keuangan tanggal 16 Agustus 2017.
Menurut dia pertumbuhan 2018 itu ternyata dekat dengan angka proyeksi INDEF yakni 5,1% pada 29 November 2017.
"DPR tidak mengubahnya ketika menyetujui RAPBN menjadi APBN 2018. Artinya, proyeksi pemerintah kalah akurat," jelas dia. (ang/ang)