Pihak Serikat Pekerja Pos Indonesia (SPPI) menanggapi pernyataan tersebut, dengan menyebut bahwa penundaan pembayaran gaji bulan Februari 2019 terjadi selama 4 hari yaitu 1 Februari-4 Februari 2019. Bukan 1 hari.
Selain itu, serikat pekerja juga menilai bahwa penundaan pembayaran gaji merupakan tindakan melawan hukum serta aksi balas dendam dari pihak direksi kepada para karyawan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih dari itu, Hendri mengatakan serikat pekerja meminta adanya konsekuensi atas penundaan pembayaran gaji selama 4 hari tersebut. Konsekuensi yang diminta kepada perusahaan ialah membayar denda sebesar Rp 1 juta kepada setiap karyawan.
"Penundaan pembayaran gaji selama tanggal 14 Februari 2019 (4 hari) sesuai peraturan perundangan ketenagakerjaan dan pengupahan, memiliki konsekuensi denda kepada karyawan sebesar 5%/hari/gaji karyawan = 5% x 4 hari = 20% x121 miliar = 14 miliar. Atau rata-rata denda yang harus dibayar kepada karyawan: 5% x 5 jt = 250rb x 4 = 1 juta per karyawan," jelasnya.
Menurut Hendri, penundaan gaji kepada karyawan dinilai telah melanggar perundangan ketenagakerjaan tentang pengupahan dan menjadi perbuatan melawan hukum. Sebab, katanya, karyawan yang tergabung dalam serikat pekerja mengaku tak mengetahui adanya rencana transformasi dari perusahaan.
"Karyawan sangat tidak mengetahui dan SPPI tidak pernah diberitahu dan dikomunikasikan ada tidaknya program transformasi perusahaan. Kalaupun ada, hal tersebut hanya pencitraan dan bagian dari pesan performa kekuasaan yang rutin terjadi di setiap Direksi baru di PT Pos Indonesia tidak berkesudahan yang berujung kepada kenang-kenangan pemikiran/teori dalam kepemimpinan," jelasnya.
"Sekali lagi, bahwa hal lni sesuai peraturan perundangan ketenagakerjaan dan pengupahan denda tersebut wajib dibayar. Bila tidak dibayar maka berlaku delik pidana," tegas Hendri.
Baca juga: Mimpi Pos Indonesia Punya Pesawat Logistik |
Tonton juga video Adakah Asa Pos Indonesia Kembali Jaya?: