Gaji Ditunda, Pak Pos Minta Ganti Rugi Rp 1 Juta/orang

Gaji Ditunda, Pak Pos Minta Ganti Rugi Rp 1 Juta/orang

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Sabtu, 23 Feb 2019 10:45 WIB
1.

Gaji Ditunda, Pak Pos Minta Ganti Rugi Rp 1 Juta/orang

Gaji Ditunda, Pak Pos Minta Ganti Rugi Rp 1 Juta/orang
Foto: Dok. PT Pos Indonesia
Jakarta - Serikat Pekerja Pos Indonesia Kuat Bermartabat (SPPIKB) meminta perusahaan untuk membayar denda kepada setiap karyawan karena telah menunda pembayaran gaji.

Penundaan pembayaran gaji dalam 4 hari menurut mereka telah melanggar salah satu UU ketenagakerjaan, dan bisa berujung ranah hukum. Denda yang diminta para Pak Pos tersebut ialah sebesar Rp 1 juta untuk setiap karyawan.

Bagaimana informasi selengkapnya, simak rangkuman yang dihimpun detikFinance, klik halaman berikutnya.
Awalnya, Direktur Utama PT Pos Indonesia Gilarsi Wahyu Setijono mengatakan bahwa di balik keputusan penundaan pembayaran gaji pegawai ada pesan yang ingin disampaikan jajaran direksi.

SPPIKB menanggapi pernyataan tersebut, dengan menyebut bahwa penundaan pembayaran gaji bulan Februari 2019 terjadi selama 4 hari yaitu 1 Februari-4 Februari 2019. Bukan 1 hari.

Selain itu, serikat pekerja juga menilai bahwa penundaan pembayaran gaji merupakan tindakan melawan hukum serta aksi balas dendam dari pihak direksi kepada para karyawan.

"Penundaan pembayaran gaji tersebut adalah tindakan kontraproduktif sebagai tindakan perbuatan melawan hukum dan bahkan terindikasi sangat kuat sebagai tindakan balas dendam terhadap Aksi Damai Nasional SPPI tgl 28 Januari 2019 yang telah merugikan dan mengancam nyawa/jiwa raga diatara 23.000 karyawan organik beserta keluarganya," ungkap Sekjen SPPI Hendri Joni.

Lebih dari itu, Hendri mengatakan serikat pekerja meminta adanya konsekuensi atas penundaan pembayaran gaji selama 4 hari tersebut. Konsekuensi yang diminta kepada perusahaan ialah membayar denda sebesar Rp 1 juta kepada setiap karyawan.

"Penundaan pembayaran gaji selama tanggal 14 Februari 2019 (4 hari) sesuai peraturan perundangan ketenagakerjaan dan pengupahan, memiliki konsekuensi denda kepada karyawan sebesar 5%/hari/gaji karyawan = 5% x 4 hari = 20% x121 miliar = 14 miliar. Atau rata-rata denda yang harus dibayar kepada karyawan: 5% x 5 jt = 250rb x 4 = 1 juta per karyawan," jelasnya.

Menurut Hendri, penundaan gaji kepada karyawan dinilai telah melanggar perundangan ketenagakerjaan tentang pengupahan dan menjadi perbuatan melawan hukum. Sebab, katanya, karyawan yang tergabung dalam serikat pekerja mengaku tak mengetahui adanya rencana transformasi dari perusahaan.

"Karyawan sangat tidak mengetahui dan SPPI tidak pernah diberitahu dan dikomunikasikan ada tidaknya program transformasi perusahaan. Kalaupun ada, hal tersebut hanya pencitraan dan bagian dari pesan performa kekuasaan yang rutin terjadi di setiap Direksi baru di PT Pos Indonesia tidak berkesudahan yang berujung kepada kenang-kenangan pemikiran/teori dalam kepemimpinan," jelasnya.

"Sekali lagi, bahwa hal lni sesuai peraturan perundangan ketenagakerjaan dan pengupahan denda tersebut wajib dibayar. Bila tidak dibayar maka berlaku delik pidana," tegas Hendri.

SVP Kerja Sama Strategis dan Hubungan Kelembagaan Pos Indonesia Pupung Purnama menjelaskan bahwa perusahaan sedang mengkaji klaim Pak Pos yang meminta denda. Perushaan juga mengkaji dampak hukum dari keterlambatan PT Pos membayar gaji.

"Saya sudah sampaikan ke divisi hukum, ini sedang dibahas. Masih perlu dikaji apakah ini akan berdampak hukum atau berujung pidana sama divisi hukum kami," ungkap Pupung, kepada detikFinance.

SPPIKB menyatakan pihaknya telah ditunda pembayaran gajinya selama empat hari. Maka dari itu, sesuai dengan UU Ketenegakerjaan mereka menuntut denda kepada direksi PT Pos atas keterlambatan tersebut.

Pupung menyebutkan bahwa memang pihaknya mengakui menunda pembayaran gaji pada 1 Februari ke tanggal 4 Februari. Tapi, Pupung belum bisa memastikan apakah perusahaan akan membayar denda atau tidak.

"Untuk gaji sendiri memang harusnya dibayar tanggal 1 jadi tanggal 4. Ya itu memang tidak sehari, memang kondisinya seperti itu, perihal itu satu hari atau empat hari saya tidak bisa simpulkan, biar nanti sama divisi hukum dulu dibahas," ungkap Pupung.

Hide Ads