-
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyebut aliran dana asing ke startup termasuk unicorn sektor e-commerce dan ekonomi digital di Indonesia cukup deras.
Hal tersebut juga menjadi penolong bagi pertumbuhan investasi di Indonesia yang bersumber dari investasi asing.
Di sisi lain ada kekhawatiran terhadap penguasaan asing terhadap saham di unicorn Indonesia.
BKPM mencatat modal asing yang masuk ke Indonesia untuk e-commerce dan ekonomi digital mencapai US$ 2-2,5 miliar per tahun atau setara Rp 29 triliun-Rp 35 triliun, mengacu kurs Rp 14.000 per dolar AS.
"Perkiraan kami policy yang masuk ke e-commerce 15%-20%. Ya US$ 2-2,5 miliar yang masuk per tahun," kata Kepala BKPM Thomas Lembong dalam Diskusi FMB9 tentang "Investasi Unicorn Untuk Siapa" di Kantor Kementerian Kominfo, Jakarta, Selasa (26/2/2019).
Kucuran modal asing ke startup tersebut, menurutnya masih akan berjalan secara konsisten untuk ke depannya.
"Masih e-commerce dan digital. Di setiap triwulan ada pengumuman, startup ini itu dapat berapa triliun, ya kan ini terus berjalan," jelasnya.
Dia mengatakan, sejak beberapa tahun terakhir, investasi internasional di Indonesia turun. Namun satu-satunya komponen dari investasi asing yang tidak turun adalah ke ekonomi digital dan e-commerce.
"Jadi, tren ini masih sangat sehat, kuat. Dan sejauh ini tidak ada indikasi investor mulai kapok, atau gelisah, atau kehilangan antusiasme, atas potensi ekonomi digital. Yang saya lihat malah, kok masih meningkat lagi," tambahnya.
Unicorn sendiri adalah startup yang memiliki valuasi di atas US$ 1 miliar. Angka tersebut tentu tidak sedikit. Namun, apakah pemodal asing bisa menarik dananya dari Indonesia?
Kepala BKPM Thomas Lembong menjelaskan, yang bisa dilakukan oleh pemilik modal adalah melepas kepemilikan sahamnya di unicorn. Itu pun hanya bisa dilakukan dengan beberapa cara.
"Keluar cuma ada dua cara, IPO (melepas saham ke publik). Kedua, jual ke investor lain. Atau ketiga, nilainya dinolkan," katanya di Kantor Kemenkominfo, Jakarta Pusat, Selasa (26/2/2019).
Namun pada dasarnya investor yang menanamkan modal di startup sudah berkomitmen untuk tidak membawa keluar modalnya.
"Ya jadi investor yang masuk mereka itu sudah sadar bahwa mereka harus commit total dan memang potensi keuntungannya mencukupi. Jadi keuntungannya besar. Jadi mereka siap kok. Jadi beda sekali uang yang ditanam untuk bisa ditarik kembali," jelasnya.
"Modal yang ditanam itu beda sama deposito. Deposito kan istilahnya kapan saja bisa ditarik. Kalau investor uang masuk itu sadar," tambahnya.
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara mengatakan bahwa kewaspadaan terhadap kepemilikan saham asing di unicorn wajar, tapi menurutnya itu tidak perlu berlebihan.
"Jadi kalau ditanya (unicorn) milik siapa, untuk siapa, (milik) kita. Betul ada kekhawatiran ini kita juga harus senantiasa alert, senantiasa waspada, tapi jangan membuat diri kita paranoid," katanya dalam Diskusi FMB9 tentang "Investasi Unicorn Untuk Siapa" di Kemenkominfo, Jakarta Pusat, Selasa (26/2/2019).
Dia menjelaskan, sekalipun porsi saham asing di unicorn berjumlah besar, tidak otomatis membuat mereka menguasainya. Jadi bisnis ini berbeda dengan konvensional, di mana pemilik saham terbesar memegang kendali.
Hal tersebut, lanjut dia tak berlaku buat bisnis startup. Venture capital atau pemilik modal di startup hanya sebatas memberi pendanaan.
"Nah, di startup nggak gitu. Founder itu nggak boleh keluar malah, meski suatu saat listed (terdaftar di pasar modal). Venture capitalnya? Ya mereka cuma uang saja," jelasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong menyampaikan hal senada. Meskipun pemilik modal mengucurkan dana yang signifikan, mereka tidak ingin terlibat dalam kegiatan usaha.