Menurutnya, jika ada anak buahnya yang keterlaluan maka terapi kejut (shock therapy) perlu dilakukan dengan melakukan operasi tangkap tangan (OTT) oleh internal kementerian.
"Shock therapy penting juga sih. Saya sebagai menteri kadang kalau sudah keterlaluan dikasih tahu melalui evaluasi, penyakitnya kambuh terus, sekali-kali dilakukan shock therapy dengan OTT," katanya saat menjadi pembicara dalam Rakornas Pengawasan Internal Pemerintah di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis (21/3/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk mengendus niat buruk dari oknum nakal di pemerintahan, Sri Mulyani percaya bisa dilakukan melalui peran dari aparat pengawasan internal pemerintah (APIP).
"Apakah ada konflik kepentingan dalam pembuatan keputusan itu sudah kelihatan sejak awal. Ada niat-niat keriting nggak di kepala kita," ujar Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.
"Nanti waktu saya anggarkan ini, dialokasikan untuk ini, siapa yang kerjakan, kalau dari awal niatnya busuk harusnya sudah bisa dideteksi. Kalau sistematis, memang harus perlu dilakukan shock therapy," sambungnya.
Namun menurut Sri Mulyani yang tidak kalah penting adalah aparat pengawasan internal pemerintah bisa melakukan pencegahan, bukan menunggu terjadi penyalahgunaan wewenang baru ditindak.
"Bagaimana APIP harus melaksanakan tugasnya. Dia buka petugas yang kejadian terjadi baru menangkap. APIP seharusnya juga sebagai bersama-sama dengan satker-nya (satuan kerja) melakukan empowerment, penguatan. Bukannya menunggu, membuat perangkap," tambahnya. (das/das)