Jakarta -
Waketum Partai Gerindra Arief Poyuono membuat pernyataan yang kontroversial. Bagaimana tidak, dia mengajak masyarakat untuk boikot bayar pajak.
"Langkah-langkah yang bisa dilakukan masyarakat yang tidak mengakui hasil pemerintahan dari Pilpres 2019 di antaranya tolak bayar pajak kepada pemerintahan hasil Pilpres 2019 yang dihasilkan oleh KPU yang tidak legitimate. Itu adalah hak masyarakat karena tidak mengakui pemerintahan hasil Pilpres 2019," katanya dalam keterangan tertulis, Rabu (15/5/2019).
Pernyataannya itu pun kritik pedas dari sejumlah pihak. Salah satunya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Sri Mulyani mengatakan, pajak dapat digunakan untuk banyak hal, dari pembangunan infrastruktur hingga gaji pegawai. Bahkan, pajak juga dinikmati partai politik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kritikan juga datang dari Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan. Berikut berita selengkapnya:
Sri Mulyani menjawab ajakan boikot Arief Poyuono. Dia menjelaskan, masalah perpajakan sudah diatur dalam undang-undang. Menurutnya, jika mau menjaga negara ini maka mesti menjalankan kewajiban.
"Sebenarnya negara ini negara kita sendiri yang kita cintai bersama, masalah perpajakan juga sudah diatur oleh konstitusi oleh undang-undang jadi kalau mau menjaga negara ini bersama kita harus menjalankan kewajiban," katanya di Kementerian Keuangan Jakarta, Kamis (16/5/2019).
"Kita boleh meminta haknya tapi juga kewajiban dilakukan. Karena pada dasarnya harus menjaga kebersamaan, di dalam penyelenggaraan negara, dalam pemerintah, perekonomian, dan dari sisi jasa kemasyarakatan," sambungnya.
Sri Mulyani mengatakan, uang pajak sendiri digunakan untuk banyak hal. Dari pembangunan infrastruktur hingga para pegawai.
Bahkan, Sri Mulyani menyinggung uang pajak yang termasuk dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) diberikan ke partai politik (parpol).
"Kalau Anda tanya, uang pajak untuk apa untuk segala macam, dari mulai jalan raya, sekolah, rumah sakit, kita bicara air, listrik, tentang seluruh aparat termasuk DPR, partai politik pun juga mendapat APBN jangan lupa, karena mereka mendapatkan per kepala. Jadi kalau nggak mau membayar pajak, masa negaranya nggak jalan," jelasnya.
Sri Mulyani mengaku tak khawatir terkait seruan boikot pajak ini. Sebab, para politisi juga turut berkomentar menanggapi hal tersebut.
"Nggak, kan kalau kita lihat di antara teman-teman politisi sudah berkomentar, saya tetap berharap masih banyak yang memiliki cara pendekatan kenegarawanan yang baik," tutupnya.
Moeldoko menyayangkan ajakan boikot bayar pajak Arief Poyuono. Menurutnya, ajakan itu tidak benar.
"Menurut saya itu lah, orang partai politik malah memberikan pembelajaran politik yang nggak bagus kepada masyarakat. Menurut saya nggak benar itu lah," kata Moeldoko.
Dia mengatakan, ajakan semacam itu merupakan pendidikan yang tidak baik diserukan ke masyarakat.
"Itu pendidikan yang nggak baik. Warga negara itu kan punya hak dan kewajiban. Jangan menganjurkan (yang tidak benar)," paparnya.
Seharusnya, menurut dia masyarakat harus diberi pemahaman yang benar, bukannya keliru.
"Jadi kalau menjadi warga negara Indonesia ya hak dan kewajiban harus diikuti, jangan menyerukan begitu, itu pendidikan politik yang nggak benar," lanjut Moeldoko.
Luhut Binsar Pandjaitan enggan menanggapi pernyataan Poyuono. Luhut sendiri tak ambil pusing saat ditanya perihal ajakan agar tidak membayar pajak.
"Tanya dia (Poyuono) saja lah," jawab Luhut singkat saat ditemui di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Kamis (16/5/2019).
Sementara, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama mengatakan, pihaknya tak akan mengambil langkah khusus atas seruan Poyuono. Sebab, Ditjen Pajak meyakini hal itu tak akan membawa dampak besar kepada pemerintah.
"Kami nggak melihat bahwa itu akan membawa pengaruh besar terhadap pemerintah," tutur Hestu kepada detikFinance.
Halaman Selanjutnya
Halaman