VP Corporate Secretary Garuda Indonesia Ikhsan Rosan menjelaskan, kejadian tersebut merupakan kasus lama yang terjadi pada 2003 hingga 2006 dan belum berkekuatan hukum.
"Belum berkekuatan hukum tetap dan masih ada celah hukum yang memungkinkan untuk melakukan banding," kata dia dalam keterangan tertulis, Jumat (31/5/2019).
Tentu saja Garuda Indonesia keberatan dengan putusan Pengadilan Tinggi Australia yang mengenakan denda sebesar AUD 19 juta. Pihaknya diminta untuk membayar biaya peradilan yang telah dikeluarkan oleh ACCC.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Garuda menilai, denda dalam perkara ini pun seharusnya tidak lebih dari AUD 2,5 juta. Itu dengan pertimbangan pendapatan pengangkutan kargo Garuda dari Indonesia pada saat kejadian perkara ini terjadi adalah sebesar US$ 1.098.000 dan pendapatan pengangkutan kargo dari Hong Kong sebesar US$ 656.000.
Bukan tanpa upaya, kata dia Garuda Indonesia telah berkoordinasi intens dengan Kedubes Australia sejak 2012 dan Tim Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional, Kementerian Luar Negeri sejak 2016 karena kasus hukum ini menyangkut "Interstate Diplomacy". (hns/hns)