Menurut Bambang, perang dagang tersebut justru menciptakan peluang yang bagus untuk Indonesia.
"Jadi apa yang dikatakan oleh Menkeu itu adalah tidak benar, ini pembohongan terhadap masyarakat, ini hoax," kata Bambang di ruang rapat Paripurna, Gedung DPR, Jakarta, Selasa (11/6/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menjelaskan, jika dilihat ekspor Indonesia terjadi kontraksi pada kuartal I 2019 akibat perang dagang antara AS dan Cina. Dia mengungkapkan, memang ekspor Indonesia juga pernah kontraksi pada periode 2014, 2015, 2016, 2017 dan kuartal IV 2017 mulai positif.
"Saat kurun waktu 2014 - 2016 memang kita masuk dalam suasana kondisi ekonomi global yang sangat menekan harga komoditas sehingga jatuh, volume ekspor juga menurun. Ini menyebabkan kontraksi, meski sudah ada recovery pada akhir 2017. Tapi tiba-tiba 2018 Presiden Trump eskalasi dan membuat seluruh dunia merevisi proyeksi perekonomian," ujar dia.
Mantan direktur pelaksana bank dunia ini mengatakan, perselisihan AS dan Cina disebabkan karena negosiasi yang kurang tepat. Hal ini juga menyebabkan adanya ketegangan perang dagang sehingga menimbulkan revisi ke bawah untuk pertumbuhan ekonomi.
"Pak Bambang tidak salah lho, nyatanya ada negara seperti Vietnam yang mendapatkan keuntungan sangat besar akibat perang dagang ini. Poin kita hari ini adalah ekonomi kita ikut terbawa karena dengan pertumbuhan ekonomi global yang melemah maka membuat tekanan ke negara lain dengan cara menurunnya permintaan komoditas dan itu yang menyebabkan ekspor kita kontraksi," jelas dia.
Dia mengatakan, Indonesia juga mampu memanfaatkan kesempatan ini, meskipun Indonesia juga terimbas dampak negatif perang dagang tersebut. "Ini yang menyebabkan kenapa tema dari RAPBN kita fokus untuk membuat suasana tenang jangan sampai jadi masalah, harus jadi opportunity, produktivitas, inovatif dan berdaya saing. Itu saya jelaskan mengomentari apa yang disampaikan pak Bambang," ujarnya. (kil/hns)