-
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memaparkan realisasi anggaran negara dalam konferensi pers APBN KiTA yang digelar Kementerian Keuangan (Kemenkeu) kemarin, Jumat (21/6/2019).
Dalam paparannya, Sri Mulyani memaparkan sejumlah aspek, termasuk soal utang pemerintah pusat. Sri Mulyani menyebut, utang pemerintah pusat mencapai Rp 4.571 triliun hingga Mei 2019.
Lalu, apakah utang ini masih aman? Dari mana saja utang tersebut? Simak berita selengkapnya dirangkum
Posisi utang pemerintah pusat mencapai 4.571,89 triliun hingga Mei 2019. Utang ini mengalami kenaikan Rp 43,44 triliun dibanding bulan sebelumnya sebesar Rp 4.528,45 triliun.
Sementara, jika dibandingkan dengan Mei 2018 atau dalam setahun, utang pemerintah pusat naik Rp 402,8 triliun, dari posisi Rp 4.169,09 triliun. Data utang pemerintah pusat per Mei 2018 dapat dilihat pada data APBN KiTA edisi Juni 2018 di situs Kementerian Keuangan.
Meski demikian, Sri Mulyani mengungkapkan rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) per Mei tahun ini masih aman. Dari total utang pemerintah, rasionya terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 29,72%.
Rasio utang pemerintah per Mei 2019 tercatat naik dibandingkan bulan sebelumnya, namun masih jauh dari batas yang ditetapkan UU Keuangan Negara.
"Posisi utang kita dari pemerintah pada level 29,72% di PDB. Masih aman," kata Sri Mulyani.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat posisi utang pemerintah pusat hingga Mei 2019 mencapai Rp 4.571,89 triliun. Dikutip dari APBN KiTA edisi Juni 2019, utang ini terdiri dari pinjaman sebesar Rp 782,54 triliun dan surat berharga negara Rp 3.776,12 triliun.
Untuk pinjaman, terdiri pinjaman luar negeri Rp 775,64 triliun yang lebih rinci terdiri dari bilateral Rp 319,68 triliun, multilateral Rp 417,23 triliun, komersial Rp 38,73 triliun. Kemudian, pinjaman dalam negeri Rp 6,90 triliun.
Sementara, surat berharga negara terdiri dari denominasi rupiah sebesar Rp 2.741,10 triliun. Lebih rinci lagi untuk denominasi rupiah yakni terdiri dari surat utang negara Rp 2.290,44 triliun dan surat berharga syariah negara Rp 450,67 triliun.
Lalu, untuk denominasi valuta asing Rp 1.048,25 triliun yang terdiri surat utang negara Rp 829,60 triliun dan surat berharga syariah negara Rp 218,65 triliun. Rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 29,72%.
Pemerintah menyatakan, realisasi pembayaran bunga utang hingga Mei 2019 telah mencapai Rp 127,07 triliun dari alokasi anggaran Rp 275,89 triliun. Sri Mulyani mengatakan realisasi pembayaran bunga utang hingga Mei sudah 46,06% atau tumbuh 13%.
"Pembayaran bunga utang tumbuh 13%, tiga tahun terakhir pembayaran bunga utang capai 25% di 2017 dan 2018 13,8%," ujarnya.
Berdasarkan data APBN KiTa, alokasi pembayaran bunga utang masuk dalam pos belanja non kementerian/lembaga (K/L). Hingga akhir Mei 2019, realisasi belanja non K/L mencapai Rp 242,58 triliun atau lebih tinggi dibandingkan tahun 2018 yang sebesar Rp 226,53 triliun.
Dalam belanja non K/L, terdapat juga belanja subsidi yang anggarannya mencapai Rp 224,32 triliun. Realisasinya hingga akhir Mei 2019 tercatat sebesar Rp 50,59 triliun atau sudah 22,55% atau tumbuh 17,02%.
"Belanja subsidi diarahkan untuk menjaga stabilitas harga dalam rangka menjaga daya beli masyarakat serta membantu masyarakat miskin untuk mendapatkan komoditas barang subsidi dengan harga terjangkau," ungkap dia.