Persoalan utang ini belakangan ramai diperbincangkan, di mana cucu usaha Grup Bakrie itu mempunyai utang ratusan miliar rupiah kepada pemerintah yang akan jatuh tempo dalam waktu dekat. Pihak perusahaan pun angkat bicara.
Apa pernyataan dari pihak perusahaan? Lalu bagaimana pemerintah merespons? Informasi selengkapnya ada di berita selanjutnya.
Lapindo Ajak Tukar Guling
Foto: Budi Sugiharto
|
Lapindo Brantas, Inc. dan PT. Minarak Lapindo Jaya disebut mempunyai piutang kepada Pemerintah sebesar US$ 138,2 juta atau setara dengan Rp 1,9 triliun.
Berdasarkan hal tersebut, Lapindo Brantas dan Minarak Lapindo menyebut sudah mengajukan permohonan kepada Pemerintah melalui Departemen Keuangan untuk dilakukan pembayaran utang dengan mekanisme perjumpaan utang atau semacam tukar guling.
"Yaitu menjumpakan piutang kepada Pemerintah sebesar US$ 138,238,310.32 atau setara Rp 1,9 triliun dengan Pinjaman Dana Antisipasi Rp 773.382.049.559. Usulan tersebut telah kami sampaikan kepada pemerintah melaui surat Nomor 586/MGNT/ES/19 tanggal 12 Juni 2019," bunyi keterangan tersebut.
Piutang kepada pemerintah yang setara Rp 1,9 triliun tersebut telah diverifikasi oleh SKK Migas sebagai biaya yang dapat diganti (cost recoverable) pada bulan September tahun 2018, sesuai dengan surat SKK Migas No SRT-0761/SKKMA0000/2018/S4 tanggal 10 September 2018.
Dengan kata lain, mereka ingin pelunasan utang kepada pemerintah dibayarkan dengan piutang kepada pemerintah, yaitu piutang dikurangi utang.
Pemerintah Cek Lebih Lanjut
Foto: Yulida Medistiara/detikFinance
|
"Jadi mereka mengklaim punya hak cost recovery, dari operasi mereka, kami sudah diskusikan ini sedang cek ya. Kalau soal cost recovery itu kan bukan urusan kami, itu kan SKK Migas jadi kami harus cek ke sana, kan klaimnya (Lapindo) punya US$ 138 juta, nah itu jadi kami mesti cek," kata di DPR, Jakarta, Selasa (25/6/2019).
Isa menyatakan akan memanggil Minarak Lapindo untuk rekonsiliasi terkait nilai-nilai utang dan piutang kedua belah pihak.
"Kemudian kami juga mesti cek juga kan mereka mengatakan utang mereka Rp 773 miliar kalau kita lihat lagi perjanjiannya sebetulnya di situ disebut bahwa ada bunga yang harus mereka bayar juga, nah kami kan harus hitungan bunganya berapa. Tapi nanti kami akan undang Minarak untuk rekonsiliasi angkanya seperti apa," katanya.
Lebih lanjut Isa juga belum membenarkan tentang mekanisme pembayaran utang yang mau dilakukan kedua perusahaan tersebut. Oleh karena itu, Kementerian Keuangan akan berhati-hati dalam mengurus persoalan utang ini.
"Itu yang kami sedang diskusikan dengan SKK Migas, BPKP dan kejaksaan, kami bahas itu. Sebetulnya memang ada beberapa yang kami harus hati-hati ya, pengertian cost recoveryseperti apa sih," tutur Isa.
Isa mengaku masih harus memahami mengenai teknis dari skema cost recovery yang biasa digunakan pengusaha di sektor migas. Dalam memahami skema itu, pihaknya akan meminta penjelasan dari SKK Migas.