Tekan Defisit, Pemerintah Perlu Gali Potensi Pendapatan Baru

Tekan Defisit, Pemerintah Perlu Gali Potensi Pendapatan Baru

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Selasa, 09 Jul 2019 10:47 WIB
Foto: Agung Pambudhy
Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam sidang kabinet paripurna, sempat menyinggung menurunnya ekspor secara year of year sebesar 8,6% dan impor turun sebesar 9,2%.

Oleh sebabnya, negara mengalami defisit neraca perdagangan sebesar US$ 2,4 miliar. Kemudian berkaitan dengan impor sektor migas, Jokowi meminta Jonan dan Rini berhati-hati.

Pengamat Ekonomi yang juga dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Berly Martawardaya mengatakan, pemerintah perlu lebih kreatif menggali dan memperluas sumber sumber pendapatan lain untuk menekan defisit. Selain meningkatkan tax ratio, juga menggali sumber sumber cukai yang belum digarap selama ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bukan mengutak atik cukai dari sektor industry yang sudah menjalankan kewajibannya secara baik dan memenuhi target.

"Memang pada periode Januari - Maret kondisi keuangan negara menipis. Namun mulai akhir Maret serta April dan seterusnya seiring dengan pembayaran pajak tahunan dan mengalirnya pemasukan negara dari sektor lainnya, kondisi keuangan mulai stabil sehingga tidak ada masalah," papar dia, Selasa (9/7/2019).


Menurut Berly, meski perekonomian negara masih perlu perbaikan, namun secara garis besar para pejabat negara yang mengawal keuangan dan perekonomian nasional sudah berjalan pada arah yang benar.

Hal yang perlu diperbaiki selain peningkatan ekspor dan pengurangan import, juga menggali potensi potensi sumber pendapatan yang selama ini belum disentuh atau belum direalisasikan.

"Yang perlu diperbaiki adalah pendapatan negara di bidang pajak. Target pajak kita selama ini belum tercapai 100 %. Selain itu tax ratio pajak kita juga masih rendah. Baru pada angka 10- 12 persen dari GDP kita," papar Berly.

Padahal, lanjut dia, di negara tetangga seperti Thailand saja sudah mencapai 17 persen. Karena itu sudah saatnya tax ratio kita dinaikan. Pajak kita masih bisa terus digenjot, terutama pajak orang pribadi. Saat ini warga negara yang memiliki nomor pokok wajib pajak atau NPWP juga masih kurang. Demikian juga perusahaan perusahaan pertambangan, masih banyak yang belum membayar pajak.

"Karena itu pemerintah harus lebih serius memperhatikan dan menggali potensi pajak dari sektor pertambangan terutama perusahaan perusahaan pertambangan yang masih lalai dalam menjalankan kewajibannya pajak nya terhadap negara," papar Berly Martawardaya.

Selain pajak, Berly juga menyoroti cukai. Target penerimaan cukai, menurut Berly sudah terpenuhi secara baik. Karena itu, sektor cukai yang sudah memenuhi kewajibannya secara baik, tahun 2019 ini tidak perlu dikotak katik.

Yang perlu digali di sektor cukai adalah potensi cukai yang ada di luar negeri tapi di dalam negeri belum dikenakan cukai. Salah satunya adalah cukai minuman bersoda maupun minuman yang mengandung kadar gula yang sangat tinggi.

"Di luar negeri jenis minuman lainnya yang mengandung kadar gula tinggi yang dapat menimbulkan penyakit dalam jangka Panjang sehingga membutuhkan biaya perawatan kesehatan pada masyarakat yang mengkonsumsinya dikenakan cukai yang cukup tinggi. Karena itu, sudah saatnya pemerintah Indonesia menerapkan cukai bagi produksi minuman minuman yang mengandung zat zat yang membahayakan kesehatan tubuh," Papar Berly Martawardaya.


Ditambahkan oleh Berly, Pemerintah juga perlu menerapkan cukai bagi plastik dan industri plastik. Alasannya plastik jangka pendek dan jangka Panjang menimbulkan pencemaran lingkungan. Bahkan merusak lingkungan.

Karena itu, untuk mengurangi penggunaan plastik, pemerintah perlu menerapkan cukai plastik. Penerapan biaya atas penggunaan plastik bukan hanya dilakukan oleh pengusaha atau pengelola super market dan sejenisnya kepada masyarakat sebagai konsumen, tapi harus dilakukan langsung oleh pemerintah.

"Selain memberikan pemasukan yang besar bagi negara, juga akan membuat masyarakat meminimalisir penggunaan plastik," tandas dia.


(dna/dna)

Hide Ads