Ekonom Senior INDEF Didik J. Rachbini menilai pertemuan kedua tokoh tersebut memberi kepastian kepada pelaku usaha tentang stabilitas politik Indonesia, yang ujung-ujungnya juga ke perekonomian.
"Jadi pertemuan Jokowi-Prabowo dilihat dari kepentingan ekonomi maupun politik bersifat positif. Dengan segala kelemahannya demokrasi menjadi lebih matang, sehat dan dampaknya terhadap ekonomi juga akan positif, terutama kepastian dunia usaha," kata dia dalam diskusi online oleh INDEF bertema 'Agenda Ekonomi 2019-2024, Pasca Rekonsiliasi', Minggu (14/7/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Secara ekonomi politik, lanjut Didik, pertemuan Jokowi dan Prabowo yang bersifat informal itu bermakna besar sebagai suatu rekonsiliasi politik, yang ada dampaknya terhadap ekonomi, kebijakan ekonomi dan masa depan ekonomi Indonesia.
Oleh karenanya pertemuan keduanya, secara ekonomi dan politik menunjukkan bahwa proses pemilu yang membelah dua kubu ini mulai cair, sehingga tidak mengancam kepentingan nasional.
Dalam kesempatan yang sama, Peneliti INDEF Imadudin Abdullah menjelaskan pertemuan Jokowi-Prabowo membuat ketegangan politik mereda dan menciptakan stabilitas. Hal itu menjadi sentimen positif buat perekonomian.
"Stabilitas domestik ini penting sebagai fondasi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Tetapi, jangan sampai proses rekonsiliasi ini hanya semata-mata bagi-bagi kekuasaan dan pada akhirnya tidak ada pihak yang mengkritisi kebijakan dan kondisi ekonomi nasional," jelasnya.
Menurutnya kritik terhadap pemerintah tetap diperlukan. Apalagi menurutnya 5 tahun ke depan menjadi waktu yang krusial untuk menciptakan fondasi agar Indonesia bisa terlepas dari jerat negara berpendapatan menengah.
Dia menjelaskan 5 tahun ke depan adalah fondasi penting karena pada tahun-tahun inilah Indonesia mulai memasuki window of opportunity yaitu bonus demografi.
"Indonesia harus memanfaatkan bonus ini untuk keluar dari pendapatan menengah. Jika tidak, maka Indonesia akan menjadi negara tua sebelum kaya," tambahnya.
(zlf/zlf)