"Dugaan saya masih bisa surplus US$ 200 - US$ 300 jutaan karena pertumbuhan negatif impor lebih besar ketimbang pertumbuhan negatif ekspor," kata Ryan saat dihubungi detikFinance, Senin (15/7/2019).
Dia mengungkapkan hal ini karena tekanan impor bahan baku yang juga berkurang pasca hari raya Lebaran atau Idul Fitri yang lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkapkan kinerja ekspor Indonesia sedikit terdampak dari perang dagang yang sudah mulai terlihat pada kuartal II tahun ini. Terutama memang di sejumlah ekspor komoditas maupun manufaktur, kecuali jika ekspor komoditas yang melandai. Namun ekspor batu bata dan sawit masih dalam kondisi baik.
"Tapi ada dampak trade war, demikian juga ekspor manufaktur ke AS, sejumlah kinerja ekspor masih baik. Kebiasaan tipikal di Indonesia, kalau ekspor turun impor juga turun, karakteristiknya begitu kita tunggu saja data dari BPS ya," jelas dia.
Pada Mei 2019 lalu tercatat neraca dagang RI surplus US$ 210 juta. Angka ini didapat dari selisih nilai ekspor yang lebih besar daripada impor.
Nilai ekspor Mei 2019 tercatat sebesar US$ 14,74 miliar. Sementara nilai impor Mei 2019 sebesar US$ 14,53 miliar.
Berikut neraca perdagangan RI dari Januari hingga Mei 2019:
* Januari defisit US$ 1,16 miliar
* Februari surplus US$ 330 juta
* Maret surplus US$ 540 juta
* April defisit US$ 2,50 miliar
* Mei surplus US$ 210 juta
(kil/eds)