Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) Arif Budimanta mengatakan upaya menurunkan jumlah penduduk miskin menunjukkan bahwa pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) konsisten dengan komitmennya untuk menyejahterakan rakyatnya. Jumlah penduduk miskin di perkotaan dan perdesaan terus berkurang baik di Pulau Jawa maupun luar Pulau Jawa.
Seperti yang diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis persentase penduduk miskin pada Maret 2019 sebesar 9,41% atau turun 0,25% dibandingkan dengan September 2018 dan menurun 0,41% dari pada periode yang sama pada tahun lalu. Jumlah penduduk miskin mengalami penurunan menjadi 25,14 juta orang pada Maret 2019, atau turun sekitar 810.000 orang dibandingkan kondisi Maret 2018.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Upaya untuk mengeluarkan masyarakat dari zona kemiskinan menunjukkan hasil yang positif. Kita perlu mengapresiasi keseriusan pemerintah karena terus memegang komitmennya dalam menyejahterakan masyarakat secara merata dan berkeadilan," katanya dalam keterangan tertulis, Senin (15/7/2019).
Arif melanjutkan pemerintah sebaiknya terus fokus memperbaiki indikator penanggulangan kemiskinan. Salah satu yang bisa dilakukan ialah Indonesia harus mulai beranjak ke standar pengukuran garis kemiskinan yang diterapkan di middle income countries.
"Garis kemiskinan yang ditetapkan oleh pemerintah masih terlalu rendah jika dibandingkan dengan standar middle income yang ditetapkan oleh Bank Dunia. Padahal kita selalu menginginkan Indonesia naik kelas menjadi negara maju dan itu juga harus terjadi dalam standar pengukuran garis kemiskinan kita," ujar Arif.
Bank Dunia menetapkan garis kemiskinan untuk low income countries sebesar US$ 1,9 per hari (setara Rp 290.984 per bulan), lower middle income countries sebesar US$ 3,2 per hari (setara Rp 490.079 per bulan), upper middle income countries sebesar US$ 5,5 per hari (setara Rp 842.323 per bulan), dan high income countries US$ 21,7 per hari (setara Rp 3.323.348 per bulan).
Dengan begitu, sambungnya, taraf hidup masyarakat diukur dengan standar pengukuran yang sesuai, atau sejalan dengan visi Indonesia Maju. Hal ini juga akan berimplikasi pada kesejahteraan masyarakat karena standar hidup akan kian meningkat.
Dia menjelaskan sudah banyak negara yang melakukan revaluasi garis kemiskinan sebagai bagian dari strategi untuk mengentaskan kemiskinan. Beberapa negara yang bisa dicontoh ialah China dan Vietnam.
"Garis kemiskinan China telah disesuaikan sebanyak 20 kali sejak 1978. Sementara itu Vietnam telah menyesuaikan standar garis kemiskinannya pada 2010 dan hal itu membuat mereka semua berhasil menurunkan jumlah penduduk miskin, bahkan menempatkan China masuk ke jajaran negara-negara berpenghasilan menengah atau middle-income countries," tutur Arif.
Meskipun demikian, Arif mengingatkan kenaikan biaya hidup yang dihadapi orang miskin cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan biaya hidup masyarakat keseluruhan. Hal ini ditunjukkan dengan kenaikan garis kemiskinan masih lebih tinggi dari kenaikan inflasi tahunan.
"Kenaikan garis kemiskinan Maret 2019 dibandingkan dengan Maret 2018 sebesar 5,99%. Sementara inflasi tahunan Maret 2019 hanya sebesar 2,48%. Dari data itu dapat diartikan bahwa pemerintah belum fokus dalam menjaga stabilitas harga komoditas yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat miskin," tegasnya.
Oleh karena itu, Arif berharap agar pemerintah tidak kendur dalam bekerja untuk menjaga harga komoditas yang menjadi konsumsi masyarakat miskin sehari-hari. Presiden Jokowi tercatat telah berulang kali mengingatkan kepada para menterinya terkait dengan hal ini sehingga taraf hidup masyarakat, khususnya masyarakat miskin bisa meningkat.
"Seluruh pihak harus terus bekerja keras dan fokus, agar transformasi struktural Indonesia Maju yang dituju oleh Presiden Jokowi, dapat segera terwujud, salah satunya meningkatnya taraf hidup masyarakat Indonesia," pungkasnya. (prf/hns)