Dalam laporannya, Sri Mulyani mengatakan, realisasi defisit anggaran pada semester I-2019 membengkak dibanding periode yang sama tahun lalu.
'Bolong' anggaran tersebut diperkirakan akan melebar. Sebab, di atas dari yang telah disepakati dalam APBN 2019.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bolong APBN Rp 135,8 Triliun di Semester I 2019
|
Foto: Yulida Medistiara/detikFinance
|
"Total defisit anggaran sampai semester satu adalah Rp 135,8 triliun, dalam hal ini lebih besar dibandingkan defisit semester satu tahun lalu sebesar Rp 110,6 triliun," kata Sri Mulyani di Banggar DPR, Selasa (16/7/2019).
Hal itu disebabkan belanja negara sepanjang semester satu lebih besar dibandingkan penerimaan.
"Realisasi APBN semester satu dilihat dari postur adalah sebagai berikut, pendapatan negara tercapai Rp 898,8 triliun atau 41,5% dari target," sebutnya.
Sementara itu, belanja yang sudah digelontorkan adalah Rp 1.034,5 triliun atau 42% dari target tahun 2019.
"Atau terjadi pertumbuhan belanja negara 9,6%, di mana belanja kementerian/lembaga (K/L) Rp 342,3 triliun, atau tumbuh 15,7%, dan belanja non K/L Rp 288,2 triliun atau tumbuh 9,8%," jelasnya.
Terakhir dari sisi transfer ke daerah, telah terealisasi sebesar Rp 403,9 triliun atau 48,9% dari target atau tumbuh 4,8% dari tahun lalu," tambahnya.
Bolong anggaran di semester II 2019 diperkirakan Rp 175,06 triliun atau 1,09% terhadap PDB.
Bolong Anggaran Diproyeksi Tembus Rp 310 Triliun di 2109
|
Foto: detikFinance
|
"Dengan outlook belanja dan pendapatan sampai akhir tahun kami perkirakan defisit anggaran 1,93% dari GDP," kata Sri Mulyani.
Pembiayaan untuk menutup defisit di tahun 2019 diperkirakan tembus Rp 310,81 triliun atau sebanyak 105% dari APBN Rp 296,00 triliun.
"Pembiayaan negara akan terealisir 105%," tambahnya.
Dia mengatakan, defisit ini lebih tinggi dari target APBN karena penerimaan yang lebih rendah karena tekanan ekonomi.
"Sedikit lebih tinggi dari defisit yang dianggarkan dalam undang-undang walaupun tidak terdevaluasi terlalu jauh, ini akibat tren pelemahan penerimaan dengan perekonomian yang mengalami tekanan," paparnya.
Lantas, apakah pemerintah akan menambah utang lagi? Sri Mulyani tak menjawab secara tegas saat dikonfirmasi.
"Jadi untuk 1,93% dari GDP kalau dilihat dari defisitnya memang dibandingkan Rp 296 triliun ke Rp 310,8 triliun namun dari sisi issuance kan Rp 296 triliun terhadap pembiayaan ke Rp 310,8 triliun jadi tidak masalah, tidak terlalu terjadi deviasi dari sisi pembiayaan yang menimbulkan persoalan yang signifikan dalam pembiayaan dari defisit kita yang meningkat lebih sedikit dibandingkan UU APBN," ujarnya.
Halaman 2 dari 3
Simak Video "Video: Konferensi Pers APBN KiTa Oktober 2025"
[Gambas:Video 20detik]











































