Demi Perbaiki Kinerja, PT Pos Perlu Rombak Direksi?

Demi Perbaiki Kinerja, PT Pos Perlu Rombak Direksi?

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Senin, 22 Jul 2019 13:19 WIB
Foto: Ari Saputra
Jakarta - Peneliti Ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira mengatakan ada masalah yang terjadi di kubu direksi PT Pos Indonesia sehingga membuat kinerja perseroan terhambat.

Bhima menyebut ada kesalahan manajemen dalam kubu direksi yang terlalu lama dibiarkan tidak selesai. Hal ini membuat strategi bisnis Pos Indonesia bermasalah.

"Ada miss management yang sudah terlanjur fatal bertahun-tahun tapi dibiarkan. Pegawai kan hanya ikut perintah direksi. Tidak bisa salahkan pegawainya, tapi masalah strategi bisnis ada di tangan direksi," kata Bhima kepada detikFinance, Senin (22/7/2019).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Masalah tersebut menurut Bhima adalah adanya inefisensi yang membuat harga jasa yang ditawarkan PT Pos lebih mahal dibanding pesaingnya dari perusahaan swasta.

"Ada inefisiensi juga di tubuh BUMN sehingga harga yang ditawarkan ke konsumen relatif mahal dibandingkan pesaing swasta semisal JNE, Ninja Express, TIKI, dan lain-lain," kata Bhima.

Bhima menyarankan agar PT Pos Indonesia melakukan perombakan direksi. Dia juga mengingatkan agar pemerintah mengurangi intervensi politik dalam kinerja perusahaan BUMN.

"Terakhir lakukan perombakan direksi dan kurangi intervensi politik dari Pemerintah, biarkan berjalan profesional bisnisnya," kata Bhima.


PT Pos Indonesia disebut kalah saing, bahkan beberapa hari ini ramai dikabarkan di media sosial Pos Indonesia mau bangkrut. Bhima mengatakan masalah pada direksi Pos Indonesia menjadi penyebab PT Pos Indonesia kalah saing.

"(Pos Indonesia) kurang melakukan antisipasi terhadap perubahan model bisnis logistik. Perusahaan BUMN gagal bersaing dengan pemain-pemain swasta baru yang lincah dan inovatif," kata Bhima.

Padahal kata Bhima, pertumbuhan bisnis logistik cukup tinggi. "Bisnis logistik sendiri pertumbuhannya masih cukup tinggi yakni 8,28% per triwulan I 2019 itu data BPS (Badan Pusat Statistik)," ungkapnya.


(dna/dna)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads