Bisnis Skincare Lokal vs Impor

Bisnis Skincare Lokal vs Impor

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Senin, 14 Okt 2019 07:14 WIB
3.

Skincare Lokal yang Bertahan

Bisnis Skincare Lokal vs Impor
Foto: iStock

PT Martina Berto Tbk didirikan pada 1977 oleh Martha Tilaar, Pranata Bernard (Alm) dan Theresia Harsini Setiady. Kemudian pada 1981, perusahaan mulai mendirikan pabrik modern yang pertama di Jalan Pulo Ayang No 3, Pulogadung Industrial Estate yang memproduksi kosmetik dan jamu dengan merek Sariayu Martha Tilaar untuk pertama kalinya.

Kemudian, pada tahun 1986, perusahaan mendirikan pabrik modern kedua di Jl. Pulo Kambing, Kawasan Industri Pulogadung (Pabrik Pulo Kambing). Karena pertumbuhan penjualan yang pesat, pada tahun 1995, perusahaan mengalihkan produksi herbal untuk Gunung Putri, Bogor.

Sementara pabrik Pulo Ayang ditransfer ke anak perusahaan, yaitu PT Cempaka Belkosindo Indah. Ini memproduksi kosmetik dengan merek Mirabella dan "Cempaka".

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada tahun 2005, PT Cempaka Indah Belkosindo digabung dengan perusahaan sehingga merek Mirabella dan Cempaka juga dikombinasikan dengan produksi di pabrik Pulo Kambing.

Direktur Utama PT Martina Berto Tbk, Bryan Tilaar mengungkapkan saat ini perseroan mengekspor produk ke sejumlah negara-negara di kawasan Asia Pasifik. Misalnya seperti Malaysia, Brunei Darussalam, Filipina, Vietnam, Singapura, Hong Kong, Taiwan, Jepang, Timur Tengah.

"Titik berat kami memang masih di Asia Pasifik, tapi kami juga sambil melihat dan memantau pasar baru," kata Bryan kepada detikcom akhir pekan ini.

Dia menyebutkan untuk penjualan ekspor menyumbang 2% dari total bisnis perusahaan. Sedangkan 98% penjualan memang masih di Indonesia. Saat ini kontributor produk terbesar yang diekspor adalah Sariayu Martha Tilaar.

Dalam menjalankan bisnis, Martha Tilaar Group melalui unit bisnis yakni Martina Berto dan Cedefindo Contract Manufacturing berupaya memenuhi kebutuhan konsumen yang tersembunyi.

"Bagi kami, persaingan apapun di industri apapun termasuk di industri beauty personal care dan kosmetik selalu ada sepanjang zaman tinggal siapa pesaingnya dan bagaimana persaingannya," ujar Bryan.

Bryan mengungkapkan, untuk bersaing dan berhadapan dengan produk perawatan kecantikan asing, perseroan mempertahankan dan meningkatkan brand dan customer ekuitas atas produk yang dikelola. Kemudian juga dilakukan penjualan yang unik dan berbeda dengan produk lain.

"Misalnya, kita tekankan yang alami, aman, clean beauty dan halal secara satu kesatuan yang lengkap. Lalu juga warna-warna yang sesuai kebutuhan konsumen milenial," jelas dia.

Selain itu, perseroan juga memiliki innovation center. Yakni tempat untuk meriset dan mengeluarkan inovasi produk baru baik lewat formula baru, kemasan baru sampai rejuvenate product.

Untuk tahun 2019 misalnya, perseroan meluncurkan Sariayu Color Trend dengan Inspirasi Warna Indonesia yang sangat cocok dan pas dengan kebutuhan konsumen milenial.

"Kami juga melakukan promosi dan publikasi juga lewat sosial media secara sangat massif. Inovasi juga kami lakukan melalui produk-produk organik seperti Solusi Organic," ujarnya.

Mengutip laporan keuangan periode 30 Juni 2019 penjualan neto Martina Berto tercatat Rp 242,53 miliar dengan laba bruto Rp 105,47 miliar.

Sedangkan untuk periode keseluruhan tahun 2018, penjualan tercatat Rp 502,51 miliar. Dengan komposisi penjualan kosmetik Rp 414,27 miliar, jamu Rp 2,8 miliar dan lain-lain Rp 85,37 miliar.

Untuk laba bruto tercatat Rp 213,709 miliar. Dengan komposisi laba bruto dari penjualan kosmetik Rp 185,07 miliar, jamu Rp 1,3 miliar dan lain-lain 27,33 miliar.

Lanjut ke halaman berikutnya >>>

Hide Ads