Babi merupakan komoditas ternak yang paling diminati di negeri tirai bambu. China, dengan populasinya sebesar 1,4 miliar penduduk, merupakan produsen dan konsumen daging babi terbesar di dunia. Di mana produksi babi China menyumbang sekitar setengah dari total produksi daging babi dunia dan konsumsi daging babi menyumbang 62,7 persen dari konsumsi daging penduduk China.
Dengan pangsa pasar sebesar itu, pasokan daging babi yang stabil sangatlah dibutuhkan. Melansir dari Xinhua, Senin (15/10/2019), di China harga babi sempat mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan beberapa faktor termasuk wabah demam babi Afrika dan efek lag dari siklus pasar babi terakhir, ketika harga daging babi yang rendah membuat banyak orang gulung tikar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pada paruh pertama tahun lalu, harga babi hidup turun tajam menjadi 8 yuan per kg, mendorong banyak petani yang merugi mengurangi stok pengembangbiakan," kata Fan Yuming, yang mengelola peternakan babi di kota Gaoan di Jiangxi, dikutip detik pada Senin (15/10/2019).
Sejak Juli tahun lalu, peternak babi beralih dari untung menjadi rugi, dan ketika demam babi Afrika melanda sebulan kemudian, peternak tidak mampu meningkatkan stok daging babi. Alhasil harga babi di China meroket.
Menghadapi kenaikan harga tersebut, China telah meluncurkan 17 langkah untuk mendukung produksi babi sejak akhir Agustus tahun lalu, dan sebagian besar telah diterapkan. Untuk memenuhi celah pasar, China meningkatkan impor dan melepaskan daging babi beku dari cadangan sentralnya. Tetapi mencari solusi jangka panjang, China mendorong peternakan babi skala besar.
Awal bulan September ini, China memutuskan untuk menawarkan subsidi dari anggaran pusat ke peternakan babi besar untuk mendukung pembangunan fasilitas mereka dalam upaya menstabilkan pasokan daging babi. Subsidi berkisar antara 500.000 yuan hingga 5 juta yuan. Berharap kondisi pasar daging babi China kembali membaik.
(zlf/zlf)