"Yang menarik adalah dari segi kredit ini NPL-nya rendah sekali 1,3% bahkan kalau yang paling tinggi NPL-nya KUR untuk TKI," kata Darmin di Gedung Smesco, Jakarta, Rabu (16/10/2019).
Angka kredit macet sebesar 1,3% itu, lanjut Darmin, paling tinggi disumbangkan oleh Tenaga Kerja Indonesia (TKI) karena memang sulit dimonitor ketika si debitur itu sudah pindah bekerja ke luar negeri. Jika kredit dari TKI tidak dimasukkan maka NPL UKM hanya 0,9%.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kondisi tersebut, menurut Darmin menghilangkan anggapan bahwa kredit yang disalurkan ke UKM memiliki risiko yang tinggi terhadap kredit macet.
"Tadi saya katakan ada benarnya pembiayaan itu begitu pentingnya tapi tidak seluruhnya benar karena apa yang terjadi selama ini kredit KUR, KUR dijalankan ujungnya NPL-nya banyak," terangnya.
Yang membuat kredit macet pada KUR ini lantaran debitur bekerja secara berkelompok atau membentuk klaster sehingga merasa punya tanggung jawab lebih besar.
"Ternyata ada hal lain yang perlu dilakukan, pertama selalu kita upayakan pemberian KUR kepada kelompok, klaster, komunitas apalah namanya selalu kita minta persyaratan itu agar mereka saling kontrol satu sama lain paling tidak dia malu sama temannya (kalau kredit macet)," tambahnya.
(toy/eds)