India, AS hingga Australia Lebih Percaya Robot Ketimbang Manusia

India, AS hingga Australia Lebih Percaya Robot Ketimbang Manusia

Ignacio Geordi Oswaldo - detikFinance
Rabu, 16 Okt 2019 12:10 WIB
Foto: ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
Jakarta - Semakin canggihnya teknologi, bukan hal yang mustahil bila pekerjaan yang selama ini dianggap hanya bisa dilakukan oleh manusia mampu digantikan oleh robot atau mesin. Banyak pembicaraan tentang otomatisasi di tempat kerja justru akan melahap ribuan lapangan pekerjaan.

Namun tahukah Anda bila saat ini kehadiran robot atau kecerdasan buatan (AI) di tempat kerja malah lebih diminati. Melansir dari CNBC Make It, Rabu (16/10/2019), saat ini banyak karyawan yang 'merangkul' kecerdasan buatan (AI) di tempat kerja.

Berdasarkan studi bersama dari perusahaan teknologi AS Oracle dan perusahaan riset Future Workplace, sebanyak 64% pekerja mengatakan bahwa mereka lebih mempercayai robot daripada manajer mereka sendiri. Tidak hanya itu, lebih dari setengah responden mengatakan bahwa mereka sudah beralih ke robot untuk meminta nasihat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Fenomena ini malah sangat menonjol di Asia, di mana karyawan menyatakan bahwa mereka memiliki keraguan pada kolega manusia mereka bila dibandingkan dengan teknologi. Misalnya, 89% pekerja di India dan 88% di China mengaku lebih mempercayai robot daripada manajer mereka sendiri.

Tidak hanya India dan China, para pekerja di Singapura (83%), Brasil (78%), Jepang (76%), Australia dan Selandia Baru (58%), AS (57%), Inggris (54%) serta Prancis (56%) lebih mempercayai robot daripada manusia. Temuan ini, didasarkan pada tanggapan dari 8.300 lebih pekerja di 10 negara.

Hal ini mencerminkan bahwa adanya peningkatan penggunaan kecerdasan buatan di tempat kerja. Menurut penelitian, 50% pekerja saat ini menggunakan beberapa bentuk AI di tempat kerja, naik dari 32% tahun lalu.

Namun, Kepala Aplikasi Manajemen SDM Oracle untuk Asia-Pasifik Shaakun Khanna mengatakan kepada CNBC Make It bahwa seorang manusia harus bisa bekerja lebih unggul di bidang-bidang di mana teknologi gagal.


"Saya selalu memberi tahu orang-orang jika mereka ingin selamat dari risiko AI, mereka harus merangkul EI (kecerdasan emosional)," jelas Shaakun.


(zlf/zlf)

Hide Ads