Ada Deodoran di Komponen Upah, Buruh Juga Ingin Wangi

Ada Deodoran di Komponen Upah, Buruh Juga Ingin Wangi

Anisa Indraini - detikFinance
Senin, 04 Nov 2019 07:32 WIB
1.

Ada Deodoran di Komponen Upah, Buruh Juga Ingin Wangi

Ada Deodoran di Komponen Upah, Buruh Juga Ingin Wangi
Foto: Agung Pambudhy
Jakarta - Serikat pekerja atau serikat buruh meminta kenaikan upah minimum provinsi (UMP) dihitung berdasarkan kebutuhan hidup layak (KHL), bukan berdasarkan perhitungan angka inflasi dan pertumbuhan ekonomi seperti sekarang.

Komoditas KHL yang diusulkan buruh dibagi dalam beberapa kategori. Beberapa di antaranya ada pembalut, ballpoint/pensil, hingga deodoran.

Apa alasan buruh memasukkan deodorant dalam item KHL? Simak berita selengkapnya di sini:

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lanjut ke halaman berikutnya >>>
Komoditas KHL yang diusulkan buruh dibagi dalam beberapa kategori. Sedikit diantaranya ada pembalut, ballpoint/pensil, hingga deodorant.

Presiden Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia Mirah Sumirat mengatakan, hal itu merupakan kebutuhan pokok bagi para buruh. Terutama deodorant, ia mengatakan bahwa pekerja buruh juga ingin wangi.

"Masa iya sih serikat pekerja punya bau yang tidak sedap. Kita juga kan kepingin wangi. Nah deodorant salah satu penunjang kita untuk pekerja agar lebih nyaman pake deodorant, gitu," kata Mirah saat dihubungi detikcom, Minggu (3/10/2019).

Ketua Umum DPD HIPPI DKI Jakarta Sarman Simanjorang meminta agar para buruh mengerti akan kondisi ekonomi saat ini. Sehingga buruh tidak lagi menuntut kenaikan UMP sebesar 15% yang dirasa berlebihan.

"Kami berharap serikat-serikat pekerja mengerti akan kondisi yang kita hadapi saat ini dan juga jangan menuntut berlebihan lah karena itu fakta-fakta yang ada di lapangan bagaimana kondisi ekonomi kita," tutur Sarman saat dihubungi detikcom, Minggu (3/11/2019).

Dengan kondisi ekonomi sekarang ini, kata Sarman, kenaikan mencapai 8,51% sudah memberatkan bagi dunia usaha. Sehingga tidak mungkin jika kenaikan harus sampai 15%.

"Naik 8,51% saja sebenarnya sudah cukup berat bagi dunia usaha dengan kondisi sekarang ini. Apalagi kalau sampai naik 15%, saya rasa itu sesuatu yang tidak mungkin," katanya.

Lanjut ke halaman berikutnya >>>

Gubernur sejumlah daerah telah mengumumkan kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2020 pada 1 November 2019 kemarin. Kenaikan sebesar 8,51%.

Sebagai perwakilan buruh, Presiden Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia Mirah Sumirat mengatakan, keputusan itu sangat menyakitkan bagi buruh. Menurutnya, kenaikan yang ditetapkan pemerintah sebesar 8,51% tidak layak.

"Ini sangat menyakitkan bagi kami para pekerja serikat buruh, karena memang revisi kenaikan sangat tidak layak," tutur Mirah saat dihubungi detikcom, Minggu (3/10/2019).

Lebih lanjut, Mirah mengatakan bahwa kenaikan 8,51% tidak sebanding dengan beberapa kenaikan yang akan terjadi pada 2020 mendatang. Salah satunya kenaikan iuran BPJS.

"Iuran BPJS kesehatan yang naiknya 100%, kemungkinan juga BBM, listrik, dan sebagainya akan menyusul, kemudian juga tentu akan diikuti dengan bahan kebutuhan pokok yang lain," katanya.

Lanjut ke halaman berikutnya >>>


Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) meminta kenaikan upah minimum provinsi (UMP) dihitung bukan berdasarkan angka inflasi dan pertumbuhan ekonomi seperti sekarang, melainkan berdasarkan kebutuhan hidup layak (KHL).

Saat ini sendiri, komponen KHL berjumlah 60 item. Sedangkan pihaknya mengusulkan KHL ditambah menjadi 78 item.

Menanggapi itu, Ketua Umum DPD HIPPI DKI Jakarta Sarman Simanjorang mengatakan, 60 item KHL yang ada saat ini sudah cukup. Sehingga tidak perlu ditambah.

"Sebenarnya yang 60 itu saja sudah cukup. Kita pengusaha bukannya tidak suka, tapi menurut pendapat kami apakah item-item seperti itu perlu harus dimasukkan semuanya?," tanya Sarman saat dihubungi detikcom, Minggu (3/11/2019).

Saat diminta tanggapan terkait daftar item KHL, Sarman meminta agar hal-hal dalam skala kecil tidak perlu dimasukkan dalam daftar KHL. Menurutnya, hal itu dapat membuat Indonesia dipandang kurang bagus oleh investor.

"Saya rasa di luar negeri nggak ada loh seperti itu. Sampai deodorant, minyak rambut, sisir, haduh kayak gimana gitu. Itu kan buat negara kita jadi kurang bagus juga. Udahlah nggak perlu dibeberkan satu-satu," minta Sarman.

Hide Ads