Direktur Penilaian Direktorat Jenderal Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Kurniawan Nizar mengatakan, Indonesia bisa meniru China sebagai tolak ukurnya.
"Ini rent capture sekali lagi saya garis awahi itu kita mencoba melihat praktik-praktik yang pernah ada katakanlah kalau panda di China, di mana panda itu menyewakan sampai US$ 1 juta ada negara yang mau menyewakan," katanya di kantornya, Jakarta Pusat, Jumat (8/11/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Teknik-teknik perhitungan bisa mencontoh model panda tadi, kan kita belajar lagi di China, faktanya ada, negara lain yang mau nyewa juga," tambahnya.
Sementara itu, Kasubdit Standardisasi Penilaian Bisnis dan SDA Nafiantoro Agus Setiawan menuturkan, pihaknya dan akademisi sudah punya teknik untuk menghitung sewa komodo. Namun, ia belum merinci besarannya.
Dia bilang, penghitungan komodo tak bisa didekati dengan biaya pasar. Namun dihitung berdasarkan biaya pengadaan plus nilai intrinsiknya.
"Karena komodo ini tidak bisa didekati biaya pasar, dalam artian nggak ada pasar jual komodo, kalau jual komodo berarti ilegal. Dan nggak boleh dijadikan pembanding, nah itu namanya biaya pengadaan dengan binatang sejenis komodo," ujarnya.
Pengadaan sendiri merupakan biaya yang dikeluarkan untuk perawatan komodo dari kecil hingga besar. Kemudian, itu akan ditambah dengan nilai intrinsik yang merupakan nilai tersendiri untuk menunjukkan kelangkaan satwa ini.
"Nanti di akhir ada namanya intrinsik value yang memang karena kelangkaan di suatu negara menjadi faktor untuk meng-adjust pengadaan dari kecil dipelihara sampai dewasa kemudian intrinsik value satwa langka itu," ujarnya.
Sewa komodo sendiri merupakan ide gagasan DJKN untuk mengoptimalkan pengelolaan sumber daya alam (SDA). DJKN sendiri turut terlibat dalam penyajian dan pengungkapan SDA melalui penyusunan Neraca SDA.
Sesuai PP 46 Tahun 2017 tentang Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup, Badan Pusat Statistik (BPS) sebagai lead penyusunan Neraca SDA. Sementara, kementerian sektoral bertindak untuk mengumpul neraca fisik. Peran DJKN Kemenkeu untuk ialah menilai kekayaan SDA tersebut.
"Cuma memang untuk saat ini temen-temen sektoral masih identifikasi dulu masih inventarisasi. Kalau misalnya itu dimasukkan salah satu kekayaan di SDA, baru mereka meminta ke kita untuk monetisasi dan kalau mereka akan menyewakan itu, mereka meminta kita monetisasi berapa itu, juga berapa sih nilai sewanya maupun ekonominya," jelasnya.
"Salah satu digarap itu kita coba benchmark yang ada di luar salah satunya tadi. Bukan hanya Kemenkeu kita mungkin mendorong teman-teman sektoral karena penyelenggara misalnya Taman Nasional Komodo, taman nasional sendiri plus komodonya. Ada sektor terkait ada sektor pariwisata, KLHK, Pemdanya, yang kita harapkan dengan negara akan dapat, pemerintah dapat, di situ ekonomi yang tumbuh karena terkait pariwisata itu yang kita harapkan," tutupnya.
(ara/ara)