Nasib BUMN Bom 'Dikeroyok' Perusahaan Asing

Nasib BUMN Bom 'Dikeroyok' Perusahaan Asing

Achmad Dwi Afriyadi - detikFinance
Rabu, 13 Nov 2019 10:15 WIB
1.

Nasib BUMN Bom 'Dikeroyok' Perusahaan Asing

Nasib BUMN Bom Dikeroyok Perusahaan Asing
Foto: Grandyos Zafna
Jakarta - Kinerja Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di industri bahan peledak PT Dahana (Persero) bakal tak terlalu baik tahun ini. Manajemen memperkirakan laba perusahaan tahun 2019 sedikit lebih rendah dibanding tahun sebelumnya.

Penyebab tertekannya laba perusahaan karena persaingan ketat di industri ini. Apalagi, perusahaan asing juga ikut masuk dalam persaingan ini.

Berikut berita selengkapnya dirangkum detikcom:

Presiden Direktur Dahana Budi Antono memperkirakan pendapatan pada tahun 2019 sekitar Rp 1,8 triliun. Angka ini lebih rendah dari raihan tahun lalu sebesar Rp 1,9 triliun.

Kemudian, laba tahun 2019 akan berada di kisaran Rp 100 miliar atau lebih rendah dibanding tahun lalu Rp 133 miliar.

"Tahun lalu Rp 133 miliar, sekarang mungkin Rp 100 miliaran lah kira-kira saya nggak hafal," katanya di Kementerian BUMN Jakarta, Selasa (12/11/2019).

Dia mengatakan, lebih rendahnya proyeksi kinerja Dahana karena ketatnya persaingan di industri bahan peledak. Dia mengatakan, saat ini ada 10 Badan Usaha Bahan Peledak (BU Handak).

Menurutnya, sejumlah badan usaha itu tidak bekerja sendiri namun menggandeng perusahaan-perusahaan asing.

"Jadi pengusaha asing hanya pinjem bendera saja, jadi yang aktivitas ini," katanya.

Saat dikonfirmasi mengenai skema masuknya perusahaan asing itu, ia tak bisa memastikan. Kemungkinan, ia menuturkan, perusahaan lokal hanya berperan mendatangkan bahan peledak dan mendapatkan komisi.

"Iya mungkin mereka, mungkin ya saya nggak tau, visinya beda dengan Dahana. Dahana visi misi beda menghasilkan (produk), menghasilkan industri. Kalau yang lain fee base begitu ada kontraktor atau pengusaha asing. Misalkan, di Freeport, (ada) Orica tapi yang mendatangkan bahan peledak BU Handak lokal dibayar sekian dolar per ton misalkan begitu," ungkapnya.

Menteri Pertahanan Prabowo Subianto mengunjungi pabrik PT Pindad (Persero) beberapa waktu lalu. Dari kunjungan itu, Prabowo berpandangan jika industri pertahanan nasional masih banyak kekurangannya.

"Ya kekurangannya banyak sekali ya. Kehidupan kan selalu penuh kekurangan. Sekarang masalahnya adalah bagaimana kita cari solusi terhadap kekurangan-kekurangan tersebut," kata Prabowo di Kompleks MPR/DPR, Senayan, Jakarta, Senin (11/11/2019). Prabowo menjawab pertanyaan soal kekurangan industri pertahanan usai mengunjungi Pindad.

Terkait hal itu, Presiden Direktur Dahana Budi Antono memaparkan, saat ini sebenarnya sudah ada Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP). Kemudian, dia menyebut jika alat pertahanan sudah disertifikasi maka sudah bisa dibeli TNI.

Namun, dia bilang, ada sejumlah barang yang justru didatangkan dari luar negeri alias impor.

"Sebetulnya kita punya KKIP Komite Kebijakan Industri Pertahanan, barang siapa yang sudah tersertifikat, akreditasi itu boleh TNI beli ke industri lokal. Contohnya, Dahana, Pindad, DI (Dirgantara) PAL. Kadang-kadang belinya keluar," jelasnya.

Pihaknya tak menyebut barang-barang yang dimaksud. Namun, dia tak menepis untuk alat pertahanan dengan teknologi canggih Dahana belum bisa memproduksi. Dahana sendiri, kata dia, sudah bisa memproduksi bom dan roket.

"Teknologi canggih kita akui kita belum bisa. Kalau Dahana bisa bikin bom sudah ada sertifikatnya, terus nanti ada Roket S8 Kom tahun depan diuji dinamis pakai Sukhoi," ujarnya.

Pemakaian alat pertahanan yang dipasok oleh BUMN nasional ke Kementerian Pertahanan (Kemenhan) ataupun TNI pun masih minim. Menurut Budi, saat ini baru sekitar 13%. Terkait minimnya pemakaian alat pertahanan ini, ia meminta agar ditanyakan ke Kemenhan ataupun TNI.

"Kita tergabung holding National Defence and Hightech Industries (NDHI). Kita itung-itung yang dibeli TNI atau Kemhan itu 13%. Kita maunya 35% dengan produksi dalam negeri," ujarnya.

"(Kenapa?) Tanya deh ke sana. (Menurut Dahana?) Apa namanya saya nggak tahu, mungkin NDHI belum bisa buat macam-macam, mereka (untuk) kemampuan juga, jadi mereka belinya dari luar. Tapi kalau Dahana bisa bikin bom, roket bisa bikin S8 Kom harusnya dibeli," jelasnya.


Hide Ads